Komnas Beri Penghargaan Khusus pada Perempuan Penyintas

JAKARTA — Komisi Nasional (Komnas) Perempuan memperingati Hari Kartini dengan memberikan penghargaan khusus kepada perempuan penyintas tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).Perempuan yang mendapatkan penghargaan khusus dari Komnas Perempuan di Jakarta, Selasa, itu antara lain Salmiati dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Tinneke Pahua dari Papua, Netty Kalengkongan dari Sulawesi Tengah, serta Tuti Koto, Suciwati, Sumiarsih, dan Sri Sulistyowati dari DKI Jakarta.

"Mereka merupakan ibu korban penghilangan orang, perempuan korban tindak kekerasan dan pelanggaran HAM berat masa lalu serta pembela hak warga yang terpinggirkan dan terlupakan," kata Komisioner Komnas Perempuan Azriana.

Salmiati, Netty, dan Tinneke menggerakkan kaum perempuan dalam komunitas mereka untuk melanjutkan hidup selama dan setelah masa konflik di daerah mereka.

Suciwati, Tuti, Sumiarsih, dan Sri Sulistyowati tanpa kenal lelah berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi suami, anak, dan keluarga mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM berat.Komnas Perempuan juga memberikan penghargaan khusus kepada tiga perempuan muda pegiat lembaga swadaya masyarakat yang dinilai memberikan peran besar bagi pemulihan dampak kekerasan dan pelanggaran HAM dengan membantu dan mendampingi para korban.

Ketiganya adalah Indria Fernida dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Esther Rini dari lembaga studi advokasi masyarakat Elsam, dan Sinal Belegur dari Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi).Azriana mengatakan, mereka semua merupakan bagian tak terpisahkan dari perjuangan perempuan untuk membebaskan diri dan kaumnya dari segala bentuk ketertindasan dan kesewenangan.

"Mereka adalah Kartini Kartini masa kini….Ini adalah wajah politik perempuan yang lahir bukan dari ambisi sempit untuk berkuasa dan yang maknanya jauh lebih luas dari sekadar pencalonan diri ke parlemen atau penempatan jabatan dalam pemerintahan," katanya.

Ia menjelaskan, sejak era Kartini hingga kini perjuangan perempuan Indonesia untuk keadilan, demokrasi, dan HAM berlangsung terus-menerus secara dinamis dengan beragam penekanan sesuai tantangan khas yang ada pada setiap jaman.Selama berjuang, dia melanjutkan, perempuan rentan mengalami berbagai bentuk diskriminasi, stigmatisasi, dan kekerasan, baik dalam kehidupan publik maupun pribadinya."Dukungan masyarakat atas perjuangan mereka sangat penting dan diharapkan," kata Azriana.

Oleh karena itu Komnas Perempuan berharap selanjutnya peringatan Hari Kartini setiap 21 April digunakan untuk menegaskan penghargaan terhadap kegigihan perjuangan perempuan.Komnas Perempuan juga mengimbau masyarakat dan pemerintah agar memeringati hari kelahiran Kartini tersebut dengan berbagai kegiatan yang dirancang untuk mendalami perjuangan perempuan dan memberi penghargaan kepada perempuan yang berjuang dalam komunitasnya.ant/kpo

Komnas Beri Penghargaan Khusus pada Perempuan Penyintas

JAKARTA — Komisi Nasional (Komnas) Perempuan memperingati Hari Kartini dengan memberikan penghargaan khusus kepada perempuan penyintas tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).Perempuan yang mendapatkan penghargaan khusus dari Komnas Perempuan di Jakarta, Selasa, itu antara lain Salmiati dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Tinneke Pahua dari Papua, Netty Kalengkongan dari Sulawesi Tengah, serta Tuti Koto, Suciwati, Sumiarsih, dan Sri Sulistyowati dari DKI Jakarta.

"Mereka merupakan ibu korban penghilangan orang, perempuan korban tindak kekerasan dan pelanggaran HAM berat masa lalu serta pembela hak warga yang terpinggirkan dan terlupakan," kata Komisioner Komnas Perempuan Azriana.

Salmiati, Netty, dan Tinneke menggerakkan kaum perempuan dalam komunitas mereka untuk melanjutkan hidup selama dan setelah masa konflik di daerah mereka.

Suciwati, Tuti, Sumiarsih, dan Sri Sulistyowati tanpa kenal lelah berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi suami, anak, dan keluarga mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM berat.Komnas Perempuan juga memberikan penghargaan khusus kepada tiga perempuan muda pegiat lembaga swadaya masyarakat yang dinilai memberikan peran besar bagi pemulihan dampak kekerasan dan pelanggaran HAM dengan membantu dan mendampingi para korban.

Ketiganya adalah Indria Fernida dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Esther Rini dari lembaga studi advokasi masyarakat Elsam, dan Sinal Belegur dari Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi).Azriana mengatakan, mereka semua merupakan bagian tak terpisahkan dari perjuangan perempuan untuk membebaskan diri dan kaumnya dari segala bentuk ketertindasan dan kesewenangan.

"Mereka adalah Kartini Kartini masa kini….Ini adalah wajah politik perempuan yang lahir bukan dari ambisi sempit untuk berkuasa dan yang maknanya jauh lebih luas dari sekadar pencalonan diri ke parlemen atau penempatan jabatan dalam pemerintahan," katanya.

Ia menjelaskan, sejak era Kartini hingga kini perjuangan perempuan Indonesia untuk keadilan, demokrasi, dan HAM berlangsung terus-menerus secara dinamis dengan beragam penekanan sesuai tantangan khas yang ada pada setiap jaman.Selama berjuang, dia melanjutkan, perempuan rentan mengalami berbagai bentuk diskriminasi, stigmatisasi, dan kekerasan, baik dalam kehidupan publik maupun pribadinya."Dukungan masyarakat atas perjuangan mereka sangat penting dan diharapkan," kata Azriana.

Oleh karena itu Komnas Perempuan berharap selanjutnya peringatan Hari Kartini setiap 21 April digunakan untuk menegaskan penghargaan terhadap kegigihan perjuangan perempuan.Komnas Perempuan juga mengimbau masyarakat dan pemerintah agar memeringati hari kelahiran Kartini tersebut dengan berbagai kegiatan yang dirancang untuk mendalami perjuangan perempuan dan memberi penghargaan kepada perempuan yang berjuang dalam komunitasnya.ant/kpo