Demokrat Akui Penegakan HAM Masih Lemah

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik

JAKARTA, KOMPAS.com — Jajaran Ketua DPP Partai Demokrat mengakui kecilnya suara Demokrat di parlemen selama lima tahun terakhir sebagai kendala eksekusi agenda penegakan hak asasi manusia (HAM) selama masa pemerintahan SBY-JK.

"Keputusan sering kali tidak dapat dibuat sendiri. Harus dengan yang lain. Tapi suara kita kan kecil," ujar Wasekjend Tri Yulianto dalam audiensi dengan Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) di Kantor DPP Demokrat, Senin (4/5).

Menurut Yulianto, komitmen pemerintah sering kali terhambat karena dukungan di parlemen tidak terlalu besar. Yulianto mengungkapkan, besarnya suara Demokrat hanya 1:20.

Ketua DPP Ruhut Sitompul mengakui bahwa penegakan HAM masih menjadi kelemahan pemerintahan SBY-JK. Ruhut meminta Kontras dan masyarakat bersabar karena tugas SBY sebagai pemerintahan pasca-reformasi memang berat, baik dalam pemberantasan korupsi, maupun pelanggaran HAM.

"Tugas SBY seperti ‘tukang cuci piring’ setelah ‘pesta besar’. Oleh karena itu, butuh dukungan untuk melakukannya. Orang yang makan nangka, kita yang kena getahnya," tutur Ruhut.

Sementara itu, menanggapi seruan Kontras, jajaran Ketua DPP Demokrat berjanji partainya tak akan memasangkan SBY sebagai capres yang diusungnya dengan tokoh-tokoh politik yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM.