Komnas HAM Didesak Umumkan Capres Pelaku Pelanggaran HAM Berat

M. Rizal Maslan – detikPemilu

Jakarta – 10 Orang keluarga korban pelanggaran HAM, kembali mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka meminta agar Komnas HAM ikut berperan aktif untuk mempublikasikan para pelaku pelanggaran HAM, utamanya yang menjadi capres atau cawapres.

"Kami selama ini melihat tidak ada tindakan Komnas HAM yang proaktif dan kreatif atas penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM," kata Yetti, keluarga korban Tanjung Priok.

Yetti menyampaikan hal itu dalam audiensi dengan komisioner Komnas HAM M Kabul Supriadi, di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta, Senin (4/5/2009).

Menurut Yetty, keluarga korban berbagai pelanggaran HAM, (kasus Tanjung Priok, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisaksi, Semanggi II dan Semanggi II (TSS), Penculikan Aktivis 1997-1998, dan Petrus) yang sebelumnya menaruh harapan banyak, akhirnya kecewa dengan kinerja Komnas HAM.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sumiarsih, ibu Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawa)n yang menjadi korban kasus TSS.

Sumiarsih mempertanyakan, mengapa Komnas HAM tidak proaktif mengumumkan nama-nama yang dianggap sebagai pelaku pelanggaran HAM yang saat ini menjadi capres, sebut saja Wiranto dan Prabowo Subianto.

"Seharusnya Komnas HAM memberitahukan kepada masyarakat bahwa calon itu tidak layak," jelasnya.

Sementara itu, Suciwati, istri almarhum Munir menegaskan kepada Komnas HAM untuk mempublikasikan nama-nama pelaku pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil penyelidikan proyustisia Komnas HAM yang telah diserahkan ke Kejaksaan Agung.

"Ini sangat penting, publik harus tahu kita mendukung pemerintahan yang demokratis. Kalau memilih pelanggar HAM sebagai presiden merupakan hal yang menyakiti hati korban pelanggaran HAM," tandasnya.

Diakui Suciwati, dalam sistem demokrasi memang memungkinkan siapa pun mempunyai hak konstitusional dalam berpartisipasi politik. Hanya saja, prinsip ini tidak menegasikan penegakkan HAM.

"Semestinya mereka yang terlibat atau diduga kuat terlibat peristiwa pelanggaran HAM berat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum," imbuhnya.

Dalam pertemuan itu, sepuluh keluarga korban pelanggaran HAM lainnya yaitu Nurhasanah (kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa), Ruminah (kasus TSS), Amang dan Ruyati Darwin (kasus Mei 1998), Benny Biki (kasus Tanjung Priok), serta Bedjo Untung dan Effendy Saleh (korban Tragedi 1965/1966). Mereka juga didampingi Romo Sandyawan, Direktur Advokasi dan Polhukham Kontras Edwin Partogi dan Chairul Anam dari Human Right Watch Group (HRWG).

( zal / nwk )