Sikap PKS pada Agenda HAM

No        : Istimewa
Sifat     : Surat Terbuka
Hal       : Sikap PKS pada Agenda HAM

 

Kepada Yang Terhormat,
Bapak Tifatul Sembiring
Ketua Umum DPP Partai Keadilan Sejahtera
Di-
J a k a r t a

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Kami Keluarga Korban Pelanggaran HAM dan para pendamping korban pelanggaran HAM mensyukuri proses pemilu legislatif berlangsung secara damai tanpa tindak kekerasan yang berarti, sekalipun bukan tanpa celah. Khususnya pada persoalan DPT yang jauh dari harapan. Kami berharap proses pilpres yang  berlangsung kelak situasi damai ini terus dipertahankan. Tentu juga dengan penguatan agenda rakyat dan hak asasi manusia pada kampanye pilpres yang jauh lebih bermakna bagi masa depan.

Kami, Keluarga Korban Pelanggaran HAM menaruh harap agar partai-partai politik di tengah kompetisi politik ini tetap menaruh perhatian pada agenda hak asasi manusia khusus penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

PKS adalah salah satu partai yang lahir dari semangat reformasi dan selama ini PKS telah memilih “bersih, peduli dan profesional” sebagai kata kunci pencitraan publik. Kami berharap citra bersih dan peduli ini yang selama ini ditunjukkan oleh PKS lewat gerakan anti korupsi maupun gerak cepat dalam merespon musibah yang dialami masyarakat, dapat PKS tingkatkan dengan sikap bersih dan peduli kepada korban-korban pelanggaran HAM. Bersih dari anasir anti kemanusiaan dan peduli dalam upaya menghadirkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Khususnya berkenaan dengan penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran berat HAM masa lalu. Keberpihakan secara individual kader PKS dalam upaya penyelesaian kasus penculikan, penghilangan paksa 1997/998, Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) dan kasus Talangsari Lampung 1989 selama ini cukup baik dan akan lebih baik apabila keberpihakan ini menjadi kebijakan PKS secara organisasi.  Sikap keras juga pernah ditunjukkan Fraksi PKS pada pembahasan RUU Mineral dan Batubara yang terkait hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob).

Namun, di tengah kontestasi politik yang sedang berlangsung, kami khawatir PKS mengambil jalan pintas bagi perebutan kekuasaan dengan menafikkan segala sikap terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan tidak menjadikan Agenda HAM sebagai bagian membangun citra “bersih dan peduli”.

Sejauh ini upaya kami mendorong pemerintah menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masih jauh dari harap, pertemuan dengan Bapak Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono (23/3/08) dan aksi Kamisan kami selama 108 kali di depan istana tak berujung dengan sikap tegas dan keberpihakan pemerintahan SBY untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu. Hal serupa juga terjadi terhadap para korban lumpur Lapindo. 

Hal lain yang tak kalah mengkuatirkan adalah kemunculan Partai Gerinda dan Hanura, serta pencalonan Prabowo dan Wiranto sebagai Capres/Cawapres dalam Pilpres kali ini. Keduanya adalah salah satu aktor yang terindentifikasi sebagai bagian dari penanggung jawab pada kasus pelanggaran HAM masa lalu pada kasus Penculikan Aktivis 97/98, Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Tragedi Mei 1998 dan Timor Timur. Kondisi ini mencerminkan kegagalan negara selama ini dalam memutus rantai impunitas, sehingga  seseorang yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban justru mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa ini.

Kehadiran 2 orang tersebut dalam pilpres ini tidak hanya menunjukkan langgengnya impunity, tetapi juga menimbulkan rasa tidak aman. Siapapun yang berkoalisi dengan mereka sama sama mengamini tindak pelanggaran HAM yang mereka lakukan dan melakukan penghianatan atas kemanusiaan.  
Disisi lain perlu kami mengingatkan pada seluruh partai politik, bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu telah menjadi kesepakatan internasional sebagai musuh seluruh umat manusia (hostis humanis generis). Sehingga para pelaku kejahatan tidak dapat berlindung dibalik kekuasan sebagai Presiden/Wakil Presiden sekalipun. Kami mengingatkan kepada partai politik terhadap apa yang terjadi pada pemimpin-pemimpin negara seperti Pinochet, Charles Taylor, Saddam Hussain, Slobodan Milosevic, Basyir, Marcos, Noun Chea dll menjadi target dunia internasional bagi pertanggungjawaban mereka atas tindak pelanggaran yang mereka lakukan. Kami berharap hal itu tidak dialami oleh pemimpin negeri.  Pelaku kejahatan hak asasi manusia, sampai kapanpun dan dalam identitas apapun tidak akan lepas dari jerat hukum, terutama hukum HAM internasional ( no save heven Principle). Sehingga kekuasaan sesungguhnya tidak dapat digunakan sebagai tameng bagi peniadaan hukum (impunity).

Berdasarkan uraian diatas, pertama, kami berharap PKS tidak larut dengan agenda jangka pendek kekuasaan, dengan menisbikan segala agenda perjuangan yang pro rakyat dan pro HAM. Kami menaruh harap PKS dapat menjadi penyalur aspirasi korban pelanggaran HAM dalam mencari keadilan atas sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi, Kedua, kami berharap PKS dalam upaya merebut kekuasaan pada politik elektoral ini mengambil jarak dengan para pelaku pelanggaran HAM. Kekuasan harus mengabdi bagi kemashalatan rakyat bukan penghianatan kemanusiaan.  Demi kepentingan rakyat dalam pemenuhan kesejahteran, keamanan, keadilan dan kebenaran. Kami berharap koalisi yang dibangun PKS tidaklah hanya sebatas pembagian kekuasaan (power sharing) namun didasarkan pada agenda bersama khusus hak asasi manusia bagi pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial Budaya dan Hak Sipil-Politik.

Jakarta, 7 Mei 2009

Tuti Koto, Keluarga Korban Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997/1998
Sumarsih, Keluarga Korban Trisakti Semanggi 1998/1999
Ruyati Darwin, Keluarga Korban Tragedi Mei 1998
Suciwati, Isteri Munir
Bedjo Untung, Korban Tragedi 1965/1966
Kabul, Keluarga Korban Talangsari 1989
Nurhasanah, Keluarga korban Penculikan dan Penghilangan Paksa
Beni Biki, korban Tanjung Priok 1989
Wanmayeti, Korban Tanjung Priok 1989
Kontras
IKOHI