PBHI: Penangkapan Sri Bintang Melanggar HAM

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembubaran paksa acara Kongres Nasional Persaudaraan Golongan Putih (Golput) se-Indonesia yang berlangsung di Hotel Satya Graha Umbulharjo, Yogyakarta, Jumat (8/5) kemarin, menuai berbagai kecaman. Insiden yang berimbas pada penangkapan sejumlah aktivis dan penyelenggara kegiatan, Sri Bintang Pamungkas, ini dinilai sebagai pelanggaran HAM.

"Yang terjadi di Jogja itu adalah pelanggaran HAM. Penangkapan Sri Bintang Pamungkas itu berlebihan," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, Hendrik Sirait, di sela jumpa pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Sabtu (9/5).

Sebelumnya, Kongres tersebut dibubarkan karena dinilai tidak memiliki izin dari kepolisian, baik dari Poltabes Yogyakarta maupun Mabes Polri.

Menanggapi hal ini, Hendrik mengatakan, berdasarkan UU No 9 Tahun 1998 tentang Tindakan Mengekpresikan Pendapat menyatakan bahwa kegiatan demonstrasi dan unjuk rasa tidak memerlukan izin. "Dalam undang-undang tersebut menyatakan hanya perlu melakukan pemberitahuan. Itu kalau polisinya bilang harus ada izin, mungkin dia aparat Orde Baru atau tidak tahu undang-undang," tuturnya.

Hal senada disampaikan Aktivis 98, Safiq Alik LH. Menurutnya, pascareformasi kegiatan unjuk rasa hanya perlu melakukan pemberitahuan kepada aparat. "Tidak ada aturan bahwa acara-acara yang berkumpul itu harus izin. Zaman Suharto memang harus izin. Tetapi ketika reformasi, cukup dengan surat pemberitahuan," ujarnya.