Kontras Sesalkan Panangkapan Aktivis Walhi oleh Polisi

Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyesalkan terjadinya penangkapan terhadap Direktur Wahli Nasional, Berry Furqon dan Kepala Divisi Jaringan Walhi Nasional Erwin Usman saat melakukan aksi dalam pembukaan acara alternatif menyikapi WOC oleh Forum Keadilan, Kelautan dan Perikanan (FKPP).

Kedua aktivis Walhi tersebut ditangkap  di pelataran Hotel Kolongan Beach Menado, Senin (11/5).

Kontras melalui siaran pers yang diterima Primair Online Senin (11/5) menegaskan penangkapan ini merupakan tindakan lanjutan Polwiltabes Menado dan Pemkot Manado yang membubarkan acara masyarakat sipil untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat dalam pelaksanaan WOC. Menurut Kontras, aparat di Manado juga merusak stand milik FKPP di lapangan RS Prof Dr. Kandou, Malalayang, Manado Sabtu Sore.

"Pembubaran dilakukan tanpa alasan yang jelas. Polwiltabes Manado dan Kesbang mencabut surat izin tersebut tanpa memberikan salinannya kepada KFPP," kata Kepala Divsi Politik Hukum dan HAM Kontras, Abusaid Pelu.

Disebutkan sedianya FKPP akan melangsungkan workshop, seminar, pameran budaya seperti kerajinan hasil laut nelayan tradisional serta Konggres Nelayan Indonesia mulai 9 – 17 Mei 2009. Panitia juga telah menyampaikan ijin ke Mabes Polri sejak 28 April 2009 ditembuskan ke Kesbang Linmas Manado, Polda Sulut dan Polwiltabes.

Selanjutnya 7 Mei 2009, Kesbang telah mengeluarkan izin, dan pada 8 Mei Polwiltabes juga mengeluarkan izin yang sama. Akibat peristiwa tersebut, panitia kemudian memindahkan tempat pelaksanaan dipelantaran Hotel Kolongan Beach Manado di Pantai Malalayang.

Sementara itu, puluhan nelayan yang akan menghadiri Kongres Nelayan Indonesia di tempat yang sama juga dihadang di tengah laut oleh petugas. Menurutnya tindakan kepolisian tersebut dikhawatirkan akan menggagalkan pelaksanaan kegiatan masyarakat sipil.

Kontras menilai aparat kepolisian terlalu berlebihan dalam merespon kegiatan masyarakat sipil tersebut. Kegiatan FKPP seharusnya dilihat sebagai kebebasan hak asasi manyatakan pendapat dan berekpresi sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan UU HAM.

Kontras berharap Polri dapat mempertimbangkan tindakannya yang menghambat kegiatan yang digagas masyarakat sipil tersebut.

"Jika Polri tetap membatalkan acara ini, maka hal ini dapat mencederai penilaian dunia internasional terhadap demokratisasi yang tengah berlangsung di Indonesia," ujarnya.

Dia menambahkan sebagai negara ketiga yang dianggap positif dalam proses demokrasi maka dukungan Polri sebagai aparat keamanan negara akan menunjukkan bahwa Indonesia telah jauh berbeda dengan rezim yang lalu.(feb)