Tunda Pembahasan RUU Rahasia Negara

Tunda Pembahasan RUU Rahasia Negara

Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Rahasia Negara oleh DPR dan Pemerintah sekarang ini membuktikan terjadinya pengabaian terhadap berbagai reaksi yang disampaikan oleh berbagai kelompok masyarakat sipil yang menghendaki DPR menunda pembahasan karena naskah RUU Rahasia Negara berpotensi mengancam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak sipil, kebebasan pers, kebebasan publik mengakses informasi dan kerja-kerja advokasi dengan alasan rahasia.

Kekhawatiran yang telah disampaikan masyarakat bukan tanpa alasan. Ruang lingkup rahasia negara yang bersifat luas dan elastis memberi ruang terjadinya penyimpangan atas nama rejim rahasia. Masalahnya makin bertambah runyam karena penetapan informasi rahasia tanpa proses uji publik. Adanya keleluasaan bagi pejabat publik melakukan klaim rahasia negara atas informasi dan aktivitas yang mereka lakukan. Keberadaaan Dewan Rahasia yang didominasi pejabat pemerintah dan tidak refresentatifnya perumusan rahasia negara yang mengenyampingkan kebutuhan publik dalam memperoleh informasi.

Pada gilirannya, RUU Rahasia Negara berlawanan dengan upaya advokasi masyarakat sipil. Atas nama rejim kerahasiaan institusi keamanan TNI, Polri dan BIN dapat melakukan tindakan koersif kepada masyarakat. Dengan tidak jelasnya batasan definisi dan cakupannya akan mendorong aparat keamanan melakukan pelanggaran HAM. Akses kelompok advokasi reformasi sektor keamanan tertutup terhadap informasi yang secara umum berkaitan dengan reformai sektor keamanan dan mengekang peran masyarakat sipil dalam isu-isu reformasi sektor keamanan.

Desakan kuat dari Pemerintah dalam hal ini Menteri Pertahanan yang menghendaki agar RUU Rahasia Negara disahkan pada masa pembahasan tahun 2009, menunjukkan bahwa Menteri Pertahanan hanya ingin mengejar kemajuan normative bahwa reformasi sektor keamanan berjalan dengan baik yang ditunjukkan dengan lahirnya sebuah UU Rahasia Negara yang mengatur informasi terkait pertahanan dan keamanan, sebagai bagian dari Agenda Reformasi Militer yang selama periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengalami kemacetan.

Sementara sikap DPR yang memperlihatkan mengikuti kemauan pemerintah, DPR tidak hirau dengan substansi RUU Rahasia Negara, substansi pasal-pasal yang mengancam kelangsungan demokrasi dan bila tidak hati-hati bisa mengurangi fungsi kontrol DPR sendiri, akibat tidak maksimalnya pembahasan dalam suasana Pemilu.

Untuk itu kami menyatakan;

  1. Keperluan untuk menghadirkan sebuah Undang-undang tentang rahasia negara untuk menjamin adanya kepastian hukum tidak boleh bertentangan dengan prinsip demokrasi apalagi mengancam rejim keterbukaan.
  2. Demi melindungi kepentingan keamanan nasional dan kepentingan publik, kami meminta Pemerintah untuk mengganti naskah RUU Rahasia Negara yang mengedepankan prinsip maximum acces dan limited axemption dalam pengaturan rahasia negara.
  3. Penentapan standar rahasia negara perlu diarahkan pada pengelolaan kerahasiaan negara bukan kriminalisasi yang diarahkan pada masyarakat umum. Selain perlu diatur jaminan hukum bagi pejabat publik yang beriktikad baik membuka tindak pidana yang ada di badan publiknya demi kepentingan hukum yang lebih besar. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan wewenang maupun tindakan kriminal dibalik kerahasiaan negara
  4. Meminta DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Rahasia Negara dengan memperhatikan aspirasi masyarakat sipil yang menghendaki kerahasiaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Sempitnya waktu menjelang peralihan DPR dan Pemilu 2009 tidak memungkinkan pembahasan RUU Rahasia Negara secara komprehensif.

 

Demikianlah searan pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan dukungan semua pihak kami ucapkan terima kasih.

 

Jakarta, 11 Mei 2009

Hormat kami,
Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan
(IDSPS, PRAXIS, KONTRAS, ELSAM, HRWG, FEDERASI KONTRAS, INFID)

 

Kontak Person:
Oslan Purba (081361371959)
Andi K Yowono (0811182301)
Hamdani (081513367990)