Hasil Debat Capres Putaran I Disikapi Dingin

Jakarta, Kabarinews.Com- Debat Capres putaran pertama  yang disiarkan di Trans Tv,  Kamis (18/6) malam mendapat respon dingin dari berbagai organisasi.

Tema debat putaran pertama yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)  adalah "Good Govermance dan Supremasi Hukum."
Atas hasil debat semalam, pada Jum’at (19/6) pagi,  di Jakarta,  sejumlah organisasi mulai menyatakan sikap. Komunitas ORNOP yang terdiri dari gabungan sedikitnya 40 LSM, menyatakan bahwa masing-masing capres tidak atau minimal kurang menunjukan upaya serius dalam seluruh materi yang didebatkan.

Yakni  masalah pelanggaran HAM , lingkungan hidup, anggaran pertahanan, perlindungan buruh migran, isu gender, dan upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Menurut Ornop, ketiga capres memaknai isu-isu tersebut dengan pemahaman yang dangkal dan sempit. Pada kesempatan itu mereka juga menyampaikan beberapa butir sikap mereka atas ‘rapor’ capres dalam debat semalam.

Berikut butir-butir sikap ORNOP :        
1. Telaah HAM menunjukan bahwa ketiga calon presiden, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan M.Jusuf Kalla tidak
menunjukan keinginannya dan upaya serius untuk menyelesaikan masalah HAM masa lalu. Hal ini terlihat dari pernyataan ketiganya, yang lebih memilih pendekatan rekonsiliasi atas nama persatuan. Khusus pernyataan SBY menyebutkan bahwa 5 tahun di masa pemerintahannya tidak terjadi pelanggaran HAM. Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta yang ada seperti kasus Lapindo.

2. Pada telaah aspek lingkungan hidup, terlihat jelas bahwa SBY
maupun JK akan meneruskan model pengerukan sumber daya alam seperti yang dijalankan dalam 5 tahun terakhir. SBY dan JK memaknai good govermance dan penegakan hukum hanya dalam kerangka melanggengkan kegiatan investasi, sekaligus mengesampingkan agenda pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada setiap warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali.

Khusus dalam kasus kejahatan Lapindo, pernyataan demi pernyataan yang disampaikan oleh SBY dan Megawati yang cenderung menyalahkan korban, menunjukan keduanya tidak peka terhadap nilai-nilai kemanusian, serta pentinganya institusi negara dalam menjamin perlindungan terhadap warga negara.

Hal lainnya, SBY dan JK bersepakat bahwa penyebab terjadinya semburan lumpur panas adalah PT Lapindo. Tentu ini menjadi sebuah signal baik untuk mendesak tanggung jawab mutlak Lapindo. Hanya saja, SBY terlihat inkonsisiten dengan pernyataannya tersebut, karena masih memasukan unsur pemerintah untuk menanggung tanggung jawab Lapindo sebagai penyebab masalah. Hal ini sekaligus menegaskan kepada public, bahwa ada upaya untuk melindungi korporasi lepas dari tanggung jawabnya. sedang Megawati, terkesan tidak ingin mengambil resiko dengan tragedi Lapindo, dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat prosedural.

3. Dalam hal penentuan prioritas anggaran, Megawati memberikan
keleluasaan TNI untuk menyusun anggaran. SBY menyatakan akan
menaikkan anggaran bagi TNI secara bertahap hingga Rp 120 triliun. JK menyatakan efisiensi anggaran dan memfokuskan pada pemeliharaan Alutsita dan kesejahteraan militer. Ketiganya alpa memperkarakan aspek pemerataan dan keadilan di tubuh TNI. Karena fakta menunjukan bahwa di level petinggi TNI telah memiliki banyak kemewahan. Berbeda dengan di tingkat prajurit yang memang masih memiliki keterbatasan.

4. Terkait buruh migran, ketiga Capres terbukti mensimplifikasi
permasalahan, dengan mengkanalisasi masalah buruh migran pada aspek teknis di dalam negeri. Seyogyanya penyelesaian masalah buruh migran lebih kompleks dari hal tersebut. Tidak disentuhnya permasalahan mendasar mengapa sampai terjadi "pembludakan" pengiriman TKI ke luar negeri – oleh ketiga capres sebagai landas argumentasinya. Semisal, ketersediaan lapangan kerja di dalam negeri dan semakin hilangnya basis produksi rakyat yang dikuasai oleh korporasi.

5. Ketiga Capres juga tidak memiliki perspektif keadilan gender yang
kuat. Hal ini terlihat pada contoh-contoh kasus yang diajukan terkait
buruh migran. Dalam permasalahan TKI, dimana sebagian besar kasus
penyiksaan dialami oleh tenaga kerja perempuan, pendekatan dan
strategi yang disampaikan oleh para Capres sama sekali tidak
menyentuh aspek keadilan gender.

6. Dalam mewujudkan pemerintahan bersih, ketiga Capres memiliki
pemahaman dan argumentasi yang sangat sempit, dengan menyebutkan bahwa akar masalahnya adalah pada tingkat kesejahteraan aparatur
negara (pegawai negeri sipil dan prajurit) sehingga terjadi pungli dan
layanan yang lambat. Padahal fakta mengemuka hari ini, praktek
korupsi justru dilakukan oleh mereka yang memiliki gaji besar dan
jabatan yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa secara nasional bangsa
Indonesia mengalami krisis keteladanan dimana para pemimpin tidak
menunjukan contoh dan konsistensi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Butir-butir pernyataan diatas merupakan pernyataan sikap Komunitas ORNOP dalam siaran persnya menyikapi debat capres putaran I.