Pengakuan Tanjim Al Qo’dah Diragukan

JAKARTA, (PR).-
Beredarnya pengakuan terkait dengan pengeboman Hotel J.W. Marriott dan Ritz-Carlton masih diselidiki Polri. Penulis blog tersebut pun terancam dipidanakan.

"Yang jelas, itu bohong atau tidak, kita masih teliti. Wong SMS saja bisa dipidana, apalagi itu (pengakuan di blog)," ujar Wakadiv Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Sulistyo Ishak di kantornya, Jln. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (29/7).

Menurut dia, Polri tidak akan gegabah menyikapi pengakuan tersebut. Polri tetap berpegang pada investigasi berdasarkan pembuktian secara ilmiah. Sulistyo mengaku baru kemarin mengetahui adanya pengakuan pengeboman di blog itu.

"Kita akan melacak benar atau tidak, yang penting kita sama-sama sepakat untuk memerangi aksi teror," ujarnya.

Pernyataan Sulistyo tersebut untuk menanggapi beredarnya surat yang menyatakan sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas peristiwa bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta pada 17 Juli lalu.

Satu kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Tanjim Al Qo`idah Indonesia mengaku bertanggung jawab atas ledakan bom itu. Pernyataan mereka beredar luas di internet.

Salah satu situs web yang memuat pernyataan kelompok yang dipimpin Abu Mu`awwidz Nur Din bin Muhammad Top adalah http://mediaislam-bushro.blogspot.com.

Belum diketahui keaslian pernyataan itu. Namun, selama ini, teroris yang beraksi di Indonesia tidak pernah meninggalkan jejak dengan memuat pernyataan sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Hal itu juga dikemukakan pengamat intelijen, Suripto. Menurut dia, pengakuan bertanggung jawab itu tidak lazim terjadi di Indonesia. "Kalau di Indonesia tidak lazim, kalau di Timur Tengah lazim. Kalau di Indonesia, tidak pernah menyebutkan identitasnya. Ini pengakuan pertama kali," kata Suripto.

Akan tetapi, menurut dia, untuk membuktikan apakah pengakuan ini asli atau tidak, pihak kepolisian mesti melakukan penelaahan. "Itu yang susah mengatakan asli atau tidak. Itu bagian dari penyelidik, mengevaluasi apa benar pengakuan ini," tutur Wakil Ketua Komisi III ini.

Suripto mengungkapkan, jaringan Noordin M. Top masih ada, tetapi bukan hanya satu-satunya yang bermain. "Apa hanya ada kelompok ini? Untuk itu harus dilakukan kontraintelijen dan kontraterorisme untuk mengetahui tentang pengelompokan kelompok ini di Indonesia," katanya.

Sulit dibuktikan

Hal yang sama dikemukakan pengamat teroris di Indonesia, Sidney Jones. "Itu menarik, tetapi sulit bilang dari dia (Noordin M. Top)," ujarnya.

Sebagai orang yang berkecimpung dan menganalisis sepak terjang kelompok teroris di Indonesia, dia tidak bisa memastikan apakah pernyatan itu benar dirilis kelompok Noordin. "Akan tetapi, kelihatannya bisa saja benar, ini sulit secara pasti," kata wanita asal Amerika ini.

Hal serupa juga pernah dilakukan kelompok Noordin beberapa waktu lalu, terkait dengan eksekusi mati Amrozi c.s. Akan tetapi, apakah asli atau bukan, itu sulit dibuktikan kebenarannya. "Sudah pernah beberapa kali, seperti pernyataan di www.anshar.net dulu," ucapnya.

Polri sesalkan

Beredarnya pengakuan di internet seputar dalang pengeboman yang menggunakan ayat-ayat suci disesalkan Mabes Polri. Hal itu disebabkan agama tidak mengajarkan cara-cara untuk menjadi seorang teroris.

"Kita ingin damai. Cara-cara teroris bertentangan dengan agama. Saya sendiri Muslim. Karena di dalam (surat) itu mengangkat surat-surat Alquran," ujar Brigadir Jenderal Sulistyo Ishak.

Soal perkembangan terbaru hasil evaluasi pemeriksaan terhadap Arina, wanita yang diduga menjadi istri gembong teroris Noordin M. Top, Sulistyo mengaku belum mendapatkan hasilnya.

"Kita belum dapat hasil evaluasi sampai sekarang. Kita masih tunggu, soalnya tadi siang Kapolri bilang, hasil evaluasi pemeriksaan terhadap wanita yang diduga istrinya Noordin M. Top akan keluar hari ini (kemarin-red.)," ujarnya.

Percayakan polisi

Penanganan kasus terorisme saat ini semestinya perlu sepenuhnya diserahkan pada Polri. Instansi lain termasuk dari kalangan militer yaitu TNI tidak boleh dilibatkan dalam penangangan terorisme, meskipun TNI diberikan kewenangan dalam undang-undang untuk menggelar operasi militer di luar perang.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid di sela Seminar "Memahami Pemolisian: Menuju Profesionalisme Polri," di Aula Sespim Polri, Jln. Sesko AU, Desa Kayuambon, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat, Rabu (29/7). Menurut dia, hal tersebut akan menimbulkan problem koordinasi.

"Contohnya saja ketika Polda Jateng akan mengungkap pelaku pengeboman Kuta, ternyata di lapangan sudah terdapat intelijen dan militer yang disebar. Hal itu malah membuat suasana tidak kondusif dan pada akhirnya teroris itu lari," katanya.

Menurut Usman, penanganan terorisme tersebut harus diserahkan kepada koridor hukum. Fungsi koridor hukum tersebut, kata dia, terdapat di tubuh kepolisian. (A-183/Dtc)***