TNI dan Polri Tumpang Tindih Tangani Teroris

Ita Lismawati F. Malau, Bayu Galih

Imparsial menilai Presiden sebaiknya memaksimalkan dan mengefektifkan peran Polri.

VIVAnews – Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada TNI untuk terlibat dalam penanggulangan terorisme melalui pemaksimalan kerja struktur komando teritorial disikapi dingin oleh Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat Sipil.

Koalisi yang dimotori Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) dan Imparsial ini menilai keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme sebagai kemunduran.

Instruksi presiden menjadi suatu kelemahan karena sering menimbulkan tafsir sepihak oleh aparat TNI di lapangan karena malah sering menimbulkan salah penangkapan.

Aturan dan undang-undang membatasi kewenangan TNI dalam penanggulangan terorisme. Namun pernyataan presiden sebagai panglima tertinggi sering dianggap sebagai instruksi yang mengharuskan TNI ikut serta dalam penanggulangan terorisme.

"Ketiadaan aturan menimbulkan tumpang tindih fungsi dan kerja TNI dan Polri," kata Bhatara Ibnu Riza dari Imparsial saat membacakan pernyataan Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat Sipil di Sekretariat Imparsial, Jumat, 7 Juli 2009.

Dalam penanggulangan terorisme, menurut Imparsial, tindakan penegakan hukum pertama harus dilakukan oleh aparat kepolisian. UU Terorisme juga dinilai sudah memberikan banyak wewenang kepada Polri, termasuk penahanan 7 x 24 jam.

Namun, Usman Hamid dari KontraS menilai peristiwa peledakan bom di Mega Kuningan seolah-olah menimbulkan kepanikan. "Tapi tidak mampu mendefinisikan keterlibatan TNI secara proporsional," ujar Usman.

Usman mencontohkan seperti adanya desk antiteror yang dibentuk sejumlah Komando Daerah Militer. "Bahkan ada instruksi tembak di tempat terhadap orang yang mencurigakan yang dikeluarkan oleh Panglima Kodam IV Diponegoro Mayjen Hariyadi Soetanto."

Imparsial menilai Presiden sebaiknya memaksimalkan dan mengefektifkan peran Polri dalam penanggungan terorisme. Amiruddin dari Elsam mencontohkan, apabila kapasitas Densus 88 dianggap kurang harusnya itu yang ditambah.

"TNI juga bisa terlibat. Tapi dalam keadaan tertentu seperti apabila teroris menguasai gedung seperti yang terjadi di Mumbai," kata dia.