Kontras Tolak Revisi Undang-Undang Teroris

TEMPO Interaktif, Jakarta – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menolak revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan menambah masa penahanan hingga dua tahun.

"Kalau sampai dua tahun itu namanya menghukum sewenang-wenang," kata Usman, lewat sambungan telepon, Selasa(1/9).

Menurut Usman, kewenangan polisi menahan orang yang dicurigai terlibat terorisme selama 7 X 24 jam dinilai sudah tepat. Masa penahanan yang diatur undang-undang tersebut sudah melampaui ketentuan dalam hukum pidana. "Jadi ide seperti perpanjangan masa penahanan tidak perlu," ujarnya.

Dia mengatakan Indonesia tidak perlu mencontoh Malaysia dan Singapura yang mengatur masa penahanan hingga dua tahun. Usman mengingatkan Malaysia dan Singapura diprotes oleh dunia internasional karena aturan penahanan sampai dua tahun dinilai melanggar hak asasi manusia. "Masak kita mau mencontoh mereka," ujarnya.

Usman mengatakan pemerintah sebaiknya menggunakan anggaran yang ada untuk memperbaiki birokrasi. Dia mengatakan teroris biasanya menggunakan paspor atau Kartu Tanda Penduduk ganda sehingga sulit dilacak oleh polisi. "Sistem paspor dan KTP saja yang diperbaiki, itu lebih efektif mencegah teroris," kata dia.

Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dalam rapat kerja dengan Komisi Pertahanan DPR RI mengusulkan penyempurnaan undang-undang terorisme. Salah satu hal yang patut dikuatkan adalah keterlibatan intelijen dalam penanganan teroris.

 

TITIS/SUTARTO