Kontras: Optimalisasi pemolisian sipil

ANDI SAPTO NUGROHO

JAKARTA – Dalam penanganan terorisme, presiden dihimbau untuk lebih mengarahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk memperkuat kapasitas nasional dan transnasional pemolisian sipil Polri. Selain itu, juga melalui pendekatan supremasi hukum dan HAM.

"Bukan (penambahan-red) kekuasaan eksesif alat negara," demikian dikatakan koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid kepada wartawan di kantor Kontras, Jl. Borobudur 14, Jakarta Pusat, hari ini.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) bisa dilibatkan dalam penanganan terorisme sesuai amanat Undang-Undang nomor 34/2004 tentang TNI. Hal itu yang kemudian dianggap sebagian kalangan pengamat sebagai bentuk penambahan kekuasaan alat negara secara eksesif (berlebihan).

Menurut Usman, langkah pemolisian sipil ini bisa dilakukan dengan optimalisasi pemolisian komunitas (community policing) sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 7/2008 tentang Implementasi Perpolisian Komunitas. “Hal ini sebagai upaya mempersempit ruang gerak teroris di dalam negeri,”katanya.

Sementara, untuk lintas negara bisa melalui Konvensi Anti Terorisme ASEAN dengan kerja sama ekstrateritorial, bantuan hukum timbal balik, pengamanan aset-aset dan hasil dari terorisme, pertukaran alat bukti, sampai ekstradisi dan perlindungan sanksi atau korban.