5 Tahun Ketidakpastian

Jakarta, Kompas – Lima tahun lalu, pada 7 September 2004, aktivis hak asasi manusia Munir meninggal dunia. Ia dibunuh menggunakan racun arsenik dalam perjalanannya dari Jakarta ke Belanda untuk melanjutkan studi.

Dalam lima tahun, pengungkapan pembunuhan mantan Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial itu masih diliputi ketidakpastian. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menyebutkan, negara seperti tidak berdaya mengungkap tabir pembunuhan ini.

Choirul Anam dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) menilai langkah yang dilakukan pemerintah hanya setengah hati.
Empat tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan, penyelesaian perkara pembunuhan Munir sebagai test of our history. Jumat lalu digelar peringatan lima tahun meninggalnya Munir dengan memorial lecture di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

”Memang ada beberapa hal yang dilakukan, tetapi masih sebatas pada pengungkapan aktor di lapangan. Aktor intelektualisnya sampai kini belum terungkap,” kata Anam di Jakarta, Sabtu (5/9).

Aktor lapangan yang dihukum berdasarkan putusan pengadilan itu adalah mantan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan, dan mantan Sekretaris Chief Pilot Airbus 330 PT Garuda Indonesia Rohainil Aini.

Kejaksaan pernah mendakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono sebagai penganjur dalam pembunuhan Munir. Namun, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya bebas. Mahkamah Agung menguatkan putusan itu.

Usman menilai, negara bagaikan kehilangan daya politik dan hukum untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. (idr)