Pengamat: Punya Bukti Harus Maju ke Depan

Yuni Herlina Sinambela – Okezone

JAKARTA – Bilamana Kapolri memiliki versi rekaman antara Anggodo dengan Chandra Hamzah, seharusnya kepolisian dapat membuktikan alat bukti yang dipunyai secara konkret dan tidak hanya berdasar pada pengakuan semata.

"Harus itu (dibuktikan), sekarang ini prinsipnya yang punya bukti harus maju ke depan," kata pengamat komunikasi politik UI, Efendy Ghazali di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2009).

Siapapun yang merasa memiliki alat bukti dalam pembelaan diri dalam rekayasa rekaman kriminilisasi KPK, maka yang terpenting adalah inisiatif pribadi untuk maju duluan dalam pembuktian tersebut. "Satu yang punya bukti, maju," tegas  Efendy.

Tadi malam, Kapolri Bambang Hendarso Danuri beserta jajarannya melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, dalam pandangan Efendy Ghazali, komunikasi politik yang tengah dilakukan Kapolri dan Susno Duadji berhasil menggugah sisi humanis dari masyakarat.

"Kapolri dan Susno, nilainya 9 sedangkan Komisi III nilainya 6. Alasannya karena Kapolri bagus dan berhasil komunikasi politiknya. Sehingga usai RDP, dipikiran masyarakat wah semalam ini benar enggak sih KPK ini?" ujarnya.

Tidak hanya itu, saat RDP Kapolri menyebutkan inisial "MK" yang diduga menerima uang suap sebesar Rp17 miliar dalam kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Dephut. Mungkinkah polisi juga bisa melakukan penahanan terhadap orang yang diduga terlibat dalam kerugian negara tersebut? Menurut Effendy siapa pun yang punya bukti harus maju.

Rencananya, pada selasa (10/11/2009), koalisi darurat keadilan yang diwakili Fadjroel Rachman melakukan pertemuan RDP dengan komisi III, Kepolisian, kejaksaan, dan KPK untuk mengungkapkan isi rekaman. "Untuk mendengar kasus ini. Kalau punya bukti dari sipil harus dibuktikan," kata Effendy Ghazali.