Kelelahan, Sakit Anggodo Kumat

JAKARTA – Diperiksa secara maraton oleh penyidik Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri membuat Anggodo Widjojo kelelahan. Pengusaha yang terekam KPK itu kemarin sore pukul 15.12 keluar dari Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Menurut Bonaran Situmeang, pengacara Anggodo, kliennya menjalani cek kesehatan. ’’Beliau punya riwayat sakit jantung. Dia sangat kelelahan,’’ kata Bonaran. Anggodo sendiri tak banyak komentar. ’’Saya sakit, saya sakit,’’ kata pengusaha bernama asli Ang Tju Nek itu. Anggodo menumpang mobil sedan putih Nopol B 2214 BA saat keluar dari ruang penyidikan di Direktorat II Badan Reserse Kriminal Polri.

Anggodo didampingi empat orang polisi. ’’Saya tidak tahu Pak Anggodo masuk ke rumah sakit mana. Yang pasti, ada penyidik yang ikut ke rumah sakit untuk cek kesehatan,’’ kata Bonaran. Menurut informasi yang dihimpun Jawa Pos, Anggodo dirawat di RS Polri, Jakarta Timur.
Bonaran mengatakan, Anggodo hingga kini tidak menjadi tersangka dan bukan sebagai tahanan. Karena itu, dia dapat melakukan cek kesehatan dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan. ’’Sobek-sobek kartu advokat saya kalau Anggodo melarikan diri,’’ katanya.

Di tempat terpisah, penyidik Mabes Polri kemarin berupaya mendapatkan bukti-bukti tambahan untuk dugaan kasus pidana yang melibatkan dua pimpinan nonaktif KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Penyitaan yang berlangsung sejak pukul 12.00 itu baru berakhir 18.30 saat hujan deras.
Dari gedung KPK, polisi mendapatkan sejumlah dokumen. Salah satu di antaranya adalah ****** SOP pencekalan di KPK. ’’Yang disita tadi dokumen yang terkait pencekalan Djoko Tjandra,’’ jelas Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin.

Sejatinya, tambah dia, dalam penyitaan itu penyidik menghendaki 13 dokumen. Namun, KPK hanya mau memberikan tujuh dokumen. ’’Tidak bisa semua kami berikan. Hanya itu,’’ tambahnya.

Penyitaan sebelumnya telah dilakukan polisi dua pekan lalu. Itu terjadi sebelum rekaman penyadapan Anggodo yang melibatkan petinggi kepolisian dan kejaksaan terkuak ke publik.

Di bagian lain, pengamat politik Effendi Gazali dan peneliti Imparsial Batara Ibnu Reza mempertanyakan alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memerkarakan pencatutan namanya dalam rekaman dugaan rekayasa terhadap pimpinan KPK. ’’Sampai sekarang mengapa presiden belum melaporkan Anggodo,’’ ujar Effendi Gazali di Kantor Kontras, Jakarta, kemarin.

Dalam percakapan via telpon yang diputar di MK itu, nama RI I disebut-sebut. Dari rekaman ini pula kemudian memunculkan dugaan rekayasa untuk menjebak pimpinan KPK masuk ke lingkaran jahat.

Menurut Effendy, apabila Presiden SBY tidak melaporkan Anggodo atas pencemaran nama baik, itu dapat dimaknai presiden mengakui keterlibatannya dalam kriminalisasi dua pimpinan KPK. ’’Logika sederhananya, kalau itu tidak ditempuh, kita mengasumsikan memang presiden akui dirinya terlibat,’’ katanya. Tapi, menurut Effendy, hal itu bisa juga dimaknai bahwa presiden telah memaafkan Anggodo.

Batara Ibnu Reza juga mendorong Presiden SBY memerkarakan Anggodo. ’’Dia (SBY) harus melakukan langkah hukum. Jangan hanya sibuk menjaga citra di televisi,’’ kata Batara. Dia juga ragu jika kasus itu murni kasus hukum. ’’Tetap ada nuansa politiknya. Itu konspirasi besar,’’ katanya. (rdl/git/oki)