Desakan Mundur Kuat

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji sebaiknya mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka terkait proses hukum Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah

”Jika di luar negeri, Kepala Polri atau Jaksa Agung sudah bunuh diri atau setidaknya mundur. Saya tidak tahu seperti apa yang dimiliki pembengkok hukum di Indonesia. Namun, saya yakin, Kepala Polri dan Jaksa Agung adalah orang baik sehingga, mundurlah,” ujar ekonom Faisal Basri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (10/11) malam.

Faisal Basri hadir bersama penggiat gerakan masyarakat dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak).

Anggota Kompak yang hadir antara lain ahli komunikasi politik Effendi Gazali, aktivis demokrasi Fadjroel Rachman, sosiolog Tamrin Amal Tomagola, analis politik Andrinof Chaniago, Usman Hamid (Kontras), Illian Deta Arta Sari (ICW), Benny Susetyo (rohaniwan), Frangky Sahilatua (seniman), Yudi Latif (Reform Institute), dan Ray Rangkuti (Lima).

Yudi Latif juga mempersoalkan pernyataan Kepala Polri dalam rapat kerja dengan Komisi III, pekan lalu, yang sempat menyebut inisial N, yang diduga Nurcholish Madjid, terkait kasus tersebut. ”Pernyataan Kepala Polri bahwa proses hukum terhadap mantan Menteri Kehutanan MS Kaban dipetieskan KPK karena Chandra ada utang budi juga terlalu mengada-ada,” ujar Yudi.

Terkait masalah itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, seperti dikemukakan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna secara terpisah, akan mencoba meluruskan, mengklarifikasi, dan mendekati secara personal keluarga almarhum cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid.

Memanas

Kembali ke rapat dengar pendapat Komisi III, setelah menyampaikan aspirasi, sekitar pukul 22.40 suasana memanas. Sejumlah anggota Kompak sempat memutuskan untuk keluar meninggalkan sidang setelah Ray Rangkuti membacakan isi kesimpulan poin ketiga hasil rapat kerja Kejaksaan Agung dengan Komisi III, Selasa sore. Kesimpulan ketiga itu berbunyi: Komisi III DPR RI mendesak Kejaksaan RI untuk menangani perkara dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Chandra Hamzah dan Bibit S Rianto.

Ray minta kebenaran isi dari kesimpulan, yang menurut Tamrin Amal Tomagola merupakan pengkhianatan terhadap hati nurani rakyat. Fadjroel juga bertanya, apakah dengan demikian Komisi III DPR tidak memerhatikan hasil kerja Tim Delapan.

Ketua Komisi III Benny K Harman sempat memberikan penjelasan. Namun, secara cepat suasana menjadi panas dan gaduh sehingga Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III, mengetuk palu berkali-kali untuk menutup sidang dan meminta Fadjroel sebagai pimpinan rombongan Kompak bertanggung jawab. Setelah itu, Azis meninggalkan ruangan.

Fajroel, Usman Hamid, dan Ray sempat berteriak-teriak meminta agar rapat dilanjutkan. Sekitar pukul 22.50, Kompak memutuskan untuk kembali duduk di ruang sidang menunggu sidang dibuka kembali. Namun, pimpinan Komisi III meninggalkan sidang. Hingga waktu habis pukul 23.00 ternyata pimpinan Komisi III tidak lagi hadir di ruang sidang. (NWO/MZW/TRI)

Desakan Mundur Kuat

Jakarta, Kompas – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji sebaiknya mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka terkait proses hukum Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah

”Jika di luar negeri, Kepala Polri atau Jaksa Agung sudah bunuh diri atau setidaknya mundur. Saya tidak tahu seperti apa yang dimiliki pembengkok hukum di Indonesia. Namun, saya yakin, Kepala Polri dan Jaksa Agung adalah orang baik sehingga, mundurlah,” ujar ekonom Faisal Basri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (10/11) malam.

Faisal Basri hadir bersama penggiat gerakan masyarakat dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak).

Anggota Kompak yang hadir antara lain ahli komunikasi politik Effendi Gazali, aktivis demokrasi Fadjroel Rachman, sosiolog Tamrin Amal Tomagola, analis politik Andrinof Chaniago, Usman Hamid (Kontras), Illian Deta Arta Sari (ICW), Benny Susetyo (rohaniwan), Frangky Sahilatua (seniman), Yudi Latif (Reform Institute), dan Ray Rangkuti (Lima).

Yudi Latif juga mempersoalkan pernyataan Kepala Polri dalam rapat kerja dengan Komisi III, pekan lalu, yang sempat menyebut inisial N, yang diduga Nurcholish Madjid, terkait kasus tersebut. ”Pernyataan Kepala Polri bahwa proses hukum terhadap mantan Menteri Kehutanan MS Kaban dipetieskan KPK karena Chandra ada utang budi juga terlalu mengada-ada,” ujar Yudi.

Terkait masalah itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, seperti dikemukakan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna secara terpisah, akan mencoba meluruskan, mengklarifikasi, dan mendekati secara personal keluarga almarhum cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid.

Memanas

Kembali ke rapat dengar pendapat Komisi III, setelah menyampaikan aspirasi, sekitar pukul 22.40 suasana memanas. Sejumlah anggota Kompak sempat memutuskan untuk keluar meninggalkan sidang setelah Ray Rangkuti membacakan isi kesimpulan poin ketiga hasil rapat kerja Kejaksaan Agung dengan Komisi III, Selasa sore. Kesimpulan ketiga itu berbunyi: Komisi III DPR RI mendesak Kejaksaan RI untuk menangani perkara dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Chandra Hamzah dan Bibit S Rianto.

Ray minta kebenaran isi dari kesimpulan, yang menurut Tamrin Amal Tomagola merupakan pengkhianatan terhadap hati nurani rakyat. Fadjroel juga bertanya, apakah dengan demikian Komisi III DPR tidak memerhatikan hasil kerja Tim Delapan.

Ketua Komisi III Benny K Harman sempat memberikan penjelasan. Namun, secara cepat suasana menjadi panas dan gaduh sehingga Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III, mengetuk palu berkali-kali untuk menutup sidang dan meminta Fadjroel sebagai pimpinan rombongan Kompak bertanggung jawab. Setelah itu, Azis meninggalkan ruangan.

Fajroel, Usman Hamid, dan Ray sempat berteriak-teriak meminta agar rapat dilanjutkan. Sekitar pukul 22.50, Kompak memutuskan untuk kembali duduk di ruang sidang menunggu sidang dibuka kembali. Namun, pimpinan Komisi III meninggalkan sidang. Hingga waktu habis pukul 23.00 ternyata pimpinan Komisi III tidak lagi hadir di ruang sidang. (NWO/MZW/TRI)