Hadirkan Kapolri dalam Sidang Antarsari

JAKARTA–Petinggi kepolisian RI tengah diuji lagi. Dalam sidang pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnaen, mengajukan tersangka mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, di PN Jakarta Selatan, menyebut sejumlah jenderal polisi dibalik rekayasa penyidikan kasus ini.

Saksi Williardi Wizard (WW), mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, menyebut nama Kapolri, Bambang Hendarso  Danuari, Wakabareskrim, Irjenpol Hadiatmoko, Direskrimum, Brigjenpol M Irawan Dahlan, melakukan tekanan selama proses  pemeriksaan. Saksi diminta mengaku terlibat membunuhan Nasruddin. Jika ini dilakukan, ia akan dibebaskan. Namun, kenyataan tidak dibebaskan.

”Berdasar pengakuan saksi ini, jaksa penuntut umum (JPU) harus menghadirkan petinggi kepolisian tersebut dalam persidangan untuk dimintai keterangan. Biar nanti dikonfrontir,” kata Edwin Partogi, Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan Kontras kepada Republika, Rabu (11/11).

Bukan hanya JPU saja yang berhak mengajukan petinggi kepolisian tersebut dihadirkan dipersiangan. Kuasa hukum terdakwa, juga punya hak minta kepada hakim untuk menghadirkan yang bersangkutan dipersidangan. Ini penting sekali untuk mengkonfrontasikan pengakuan saksi WW dengan jawaban petinggi Polri yang dimaksud.

Jadi, lanjut Edwin, pengakuan saksi WW tersebut harus dibuktikan. Kalau memang penyidikan kasus pembunuhan Nasruddin direkayasa, harus dibuka dalam persidangan. Sidang pengadilan adalah, tempat untuk membuktikan sangkaan tersebut benar atau tidak.

Oleh karena itu, pentingnya menghadirkan orang-orang yang disebut melakukan rekayasa penyidikan dipersidangan. ”Apakah penyidik bekerja profesional dalam memproses hukum kasus pembunuhan Nasruddin yang melibatkan nama Ketua KPK non aktif, Antasari Azhar. Kalau tidak profesional, dan benar ada tekanan, ya perlu dibuka dalam persidangan,” tambahnya.

Pentingnya menghadirkan petinggi kepolisian dalam persidangan, menurut Edwin, berkait dengan pencocokan antara sangkaan dan jawaban. Masalahnya, pengakuan saksi WW tersebut sudah menjadi kunsumsi publik. Jadi, petinggi kepolisian harus memberi klarifikasi. Dan, ini harus dibuktikan dalam persidangan.

Sebenarnya, menurut Edwin, tidak ada sesuatu yang istimewa dari sidang pembunuhan ini. Sudah menjadi hal biasa dan lumrah, seorang terdakwa menyangkal segala tuduhan dan mencari alibi untuk menghindari tuduhan. Dan, ini hal biasa dalam konteks persidangan. Tidak ada yang istimewa. Drama semacam biasa diciptakan terdakwa bersama pengacara untuk membebaskan diri dari segala tuduhan.

Hanya saja, Edwin menyarankan, agar dipisahkan antara proses hukum pelaku pembunuhan dengan tindak rekayasa penyidikan dalam kasus ini. Pelaku pembunuhan Direktur PT PRB, Nasruddin Zulkarnaen, tetap diproses hukum. Dan, masing-masing pelaku tetap dihukum sesuai tindak perbuatan yang dilakukan. Sedangkan proses rekayasa penyidikan juga perlu diungkap kebenarannya. ”Kalau rekayasa benar adanya, ini jadi pemberlajaran kepada bahwa kerja polisi tidak profesional”.

Edwin juga minta, dibedakan proses rekayasa penyidikan kasus pembunuhan Direktur PT PRB dengan rekayasa penyidikan Bibit Samad Riyanto dan Chandra M hamzah. ”Kalau penyidikan Bibit dan Chandra ini, jelas sengaja ada kriminalisasi terhadap KPK,” tambahnya. Kasus yang satu ini sudah terkuak dipermukaan, dan publik sudah pada tahu. edy s/pur