Gerakan Penggulingan SBY Tak Terbukti

Aksi yang digelar sejumlah elemen masyarakat menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia, Rabu (9/12), selama kurang lebih dua pekan sangat menyita perhatian. Bahkan muncul semacam ketakutan di tengah masyarakat: aksi tersebut akan menjadi embrio chaos, seperti halnya demo krisis ekonomi yang berujung pada jatuhnya Rezim Orde Baru pada tahun 1998 lalu. Ketakutan ini dipicu pula oleh pernyataan-pernyataan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri.

Menurut SBY, aksi itu akan didompleng oleh pihak-pihak yang memang bertujuan menggulingkan dirinya dari kursi kekuasaan. Paling anyar, SBY menyampaikan "curahan hatinya" itu pada rapat Partai Demokrat di Jakarta. Pada acara yang dipancarluaskan ke seluruh penjuru tanah air itu, terlihat betapa SBY yang berpidato di mimbar, wajahnya terlihat geram, tapi sekaligus cemas. Kecemasan yang kemudian memang terbukti tak beralasan.

Peserta Aksi 9/12 hanya menyuarakan tuntutan agar pemerintah tak mengendurkan keseriusan dalam memerangi tindak korupsi. Jika pun ada yang khusus, adalah seputar kasus bailout Bank Century (sekarang Bank Mutiara – red). Massa aksi, baik di Jakarta, Bandung, Medan, Makassar, Surabaya, Palu, Bengkulu dan kota-kota lain (aksi ini digelar serentak di hampir seluruh kota di Indonesia – red), menuntut pertanggungjawaban Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam aksi yang digelar di depan Istana Negara, massa mengatasnamakan Komite Aksi Pemuda Antikorupsi (Kapak) membakar replika Menkeu Sri Mulyani dan Wapres Boediono yang sengaja dibuat dalam bentuk rupa pocong.

Aksi di Jakarta diikuti sejumlah tokoh nasional. Di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. "Korupsi adalah kemungkaran. Sementara itu, skandal Bank Century adalah penyakit kanker di tubuh bangsa. Maka dari itu, kita harus tuntaskan," kata Din Syamsuddin.

Hanya Koordinator Kontras Usmad Hamid yang menyuarakan protes secara khusus pada SBY. Menurutnya, SBY jangan hanya berpidato memberantas KKN. Kami meminta presiden tidak lagi beretorika, berpidato tentang pemberantasan korupsi. Namun melakukan tindakan yang lebih nyata. Mungkin bisa dimulai dengan melaporkan daftar kekayaan pejabat-pejabat di pemerintahan," katanya.

Dipicu Salah Paham

Secara umum aksi unjukrasa anti korupsi kemarin berlangsung damai. Begitu pun ketegangan sempat pecah di dua kota, Bengkulu dan Makassar. Di Makassar, kericuhan bahkan berujung pada pengrusakan sejumlah kendaraan dan restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC). Padahal kericuhan hanya dipicu salah paham antara mahasiswa dan polisi yang mengawal aksi tersebut. "Mahasiswa mengamuk karena mengira ada rekannya yang ditangkap. Padahal saat itu ada pendemo yang luka, kemudian dibawa oleh polisi untuk diobati," kata Wakadiv Humas Polri Brigjen Sulistyo Ishak di Jakarta, kemarin.

Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menganggap kejadian tersebut sebagai hal biasa. "Itu dinamika, semua tidak ada masalah. Situasi di Makassar sudah kembali kondusif," ujarnya.

Tidak hanya terlibat saling dorong dengan petugas, massa aksi yang sebagian besar mahasiswa dari berbagai universitas itu kemudian merusak restoran KFC yang berlokasi di Jalan dr Ratulangi. Kaca-kacanya pecah akibat dilempar batu oleh massa. Kaca-kacaq sejumlah kendaraan yang tengah diparkir di lokasi itu pun ikut dihancurkan.

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo telah menyampaikan permintaan maaf pada pengelola KFC. "Kami sepenuhnya mendukung peringatan Hari Anti Korupsi. Tapi insiden seperti ini sama sekali tidak diharapkan. Ini menodai semangat peringatan hari anti korupsi yang seharusnya damai," kata Syahrul.