Kontras: Polda Sumut rangking pertama pelanggaran HAM

Medan– Jajaran Polda Sumatera Utara (Sumut) menempati “peringkat pertama” sebagai pelaku tindak kekerasan dan pelanggaran HAM sepanjang tahun 2009 di Sumut.

“Jumlahnya mencapai 175 kasus dari 277 tindak kekerasan dan pelanggaran HAM di Sumut sepanjang 2009,” kata Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, Diah Susilowati dalam refleksi akhir tahun di Medan, Kamis (31/12).

Diah mengatakan, 175 kasus terdiri dari pembiaran terhadap tindak kekerasan (77 kasus), penembakan tidak sesuai prosedur (29 kasus), teror dan intimidasi (10 kasus), penggusuran (10 kasus), penipuan (10 kasus), penganiayaan (16 kasus), penangkapan secara sewenag-wenang (16 kasus), pembunuhan (dua kasus) dan penyiksaan (lima kasus).

Setelah Polda Sumut, pemerintah daerah (Pemda) menempati peringkat dua dengan 35 kasus tindak kekerasan dan pelanggaran HAM serta TNI dan kelompok tidak dikenal dengan masing-masing 18 kasus.

Secara umum, kata Diah, jumlah tindak kekerasan dan pelanggaran HAM di Sumut mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan monitoring dan upaya advokasi yang dilakukan, terdapat 137 tindak kekerasan dan pelanggaran HAM pada tahun 2007 dan 176 kasus pada taun 2008.

Sedangkan pada tahun 2009 terdapat 277 kasus tindak kekerasan dan pelanggaran HAM. “Berarti ada ‘peningkatan’ 101 kasus,” katanya.

Ia mengatakan, banyaknya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM itu disebabkan belum dijadikannya HAM sebagai barometer reformasi politik, hukum serta ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Selain itu, instansi pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru lebih memilih sebagai “perpanjangan tangan” kepentingan pemilik modal atau koorporasi (perusahaan) tertentu.

Ironisnya, kata dia, institusi pengadilan (yudikatif) sebagai tembok terakhir dalam mencari keadilan juga kurang berpihak terhadap masyarakat.

Kondisi itu diperparah karena institusi legislatif sebagai perwakilan masyarakat justru hanya “menjual” janji-janji tanpa realisasi berarti.

“Semua kondisi itu menjadi ‘tamparan yang keras’ bagi masyarakat,” katanya.

Untuk itu, kata Dyah, pihaknya minta seluruh unsur penegak hukum dapat memproses tindak kekerasan dan pelanggaran HAM, khususnya yang diadvokasi Kontras Sumut.

KontraS Sumut juga mengharapkan adanya optimalisasi reformasi di institusi Polri, TNI, termasuk di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perwakilan pemda di lapangan.

“Kami akan menyampaikan data pelanggaran ini kepada institusi yang bersangkutan,” katanya.