Hukuman Mati Kasus Nasruddin Ditolak Kontr

JAKARTA (KRjogja.com) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai hukuman di Indonesia tidak Independent. Pasalnya hingga kini beberapa kasus masih bermuatan politis serta titipan dari para penguasa.  

Karenanya Kontras mengecam tuntutan hukuman mati kepada Antasari Azhar, Wiliardi Wizar dan Sigid Haryo Wibisono oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ketiganya didakwa menjadi otak pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, pada Maret 2009 lalu.

“Kami menilai penerapan hukuman mati tidak bisa diterapkan di tengah sistem peradilan di Indonesia yang belum independen," ujar Wakil I Koordinator Kontras Indria Fernida dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (21/1).

Praktek korupsi yang masih menyisakan ruang bebas bagi para mafia peradilan, dinilai Indria, menjadi alasan mengapa hukuman mati belum tepat diberlakukan. "Apalagi proses hukum terhadap kasus ini, berkembang menjadi situasi yang sangat politis," tambahnya.

Kontras, lanjut dia, juga mempertanyakan sikap jaksa yang terkesan diskriminatif dalam menyikapi sejumlah kasus. "Untuk kasus Munir di mana terbukti ada konspirasi yang melibatkan pejabat tinggi negara bersenjata, jaksa tidak menerapkan tuntutan maksimal," tegasnya.

Kendati demikian, dia menegaskan, penolakan itu tidak berarti Kontras menolak penghukuman orang yang sudah dinyatakan bersalah. Terdakwa yang sudah terbukti melakukan pembunuhan, kata Indria, memang harus dijatuhi hukuman maksimal. Namun tetap tidak menegasikan hak-hak mendasar dari individu.

"Untuk itu kami meminta Pemerintah untuk segara menerapkan kebijakan moratorium terhadap hukuman mati di Indonesia," pungkasnya. (okz/yan)