Kontras: Hukuman mati jangan lagi diterapkan

Jakarta, primaironline.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan hukuman mati tidak seharusnya diterapkan dalam sistem peradilan di Indonesia.

Kontras mengomentari tuntutan mati terhadap Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, dan Williardi Wizar dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, menyatakan, hal tersebut karena sistem peradilan Indonesia belum independen dan masih menjadi ruang bebas para mafia peradilan.

Menurut Indria, proses hukum terhadap kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen telah berkembang menjadi situasi yang sangat politis.

Kontras memaparkan, dalam studi PBB tentang hukuman mati di beberapa negara di dunia, kerentanan intervensi atas proses hukum pada peradilan yang berlangsung akan menjadi salah satu penyebab dilarangnya penerapan hukuman mati.

Hukuman mati juga masih menimbulkan perdebatan panjang menyangkut makna moral yang harus diusung atas diberlakukannya hukuman mati.

Di Indonesia, kata Indria, terdapat banyak catatan peristiwa tentang kesalahan penerapan hukum yang justru menimbulkan ketidakadilan bagi para korbannya.

Kontras juga mempertanyakan sikap jaksa yang menerapkan tuntutan yang berbeda standar dan diskriminatif dalam beberapa kasus. Contohnya, ujar Indria, jaksa tidak menerapkan tuntutan maksimal dalam kasus Munir seperti halnya di dalam kasus Nasrudin.

Ia menengarai langkah jaksa yang menerapkan hukum mati merupakan upaya untuk memulihkan citra di tengah sorotan tajam masyarakat pada saat ini.

LSM yang didirikan oleh pejuang HAM Munir itu menegaskan, penerapan hukuman mati melanggar konstitusi dan prinsip dasar HAM, yaitu hak hidup yang tidak bisa dikurangi dalam bentuk apa pun.

Untuk itu, Kontras meminta pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan penghentian sementara atau moratorium terhadap penerapan hukuman mati di Indonesia.