Kontras: Pernyataan Polri Terburu-buru

Eka Puspasari, Aries Setiawan

Kepolisian memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menyidik ulang kasus Munir.

VIVAnews – Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Ito Sumardi menyatakan tidak akan membuka kembali kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menilai pernyataan Ito tersebut sebagai sikap yang terburu-buru. Menurut Usman, Kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang kasus Munir.

"Polri harus mencari bukti siapa tokoh yang menyuruh Pollycarpus (Pollycarpus Budihari Priyanto) untuk membunuh Munir," kata Usman di kantor Kontras di Jakarta Pusat, Rabu, 10 Februari 2010.

Usman juga meminta agar kasus Munir dimasukkan ke pengadilan HAM, bukan pengadilan biasa. Usman menilai dalam kasus tersebut, diduga pelaku bukan individu melainkan instansi atau kelompok.

"Polri sebaiknya terbuka dan proaktif untuk melakukan penyidikan, tidak ada yang bisa menghalangi Polri untuk melakukan penyidikan ulang," ujar Usman.

Sebelumnya Komnas HAM dan Majelis Eksaminasi Publik yang terdiri dari sejumlah pakar hukum merekomendasikan kasus pembunuhan Munir dibuka kembali. Majelis meminta Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan kembali terhadap kasus ini.

Namun Ito menyatakan kasus itu tidak bisa diperiksa kembali karena telah diputus dalam persidangan."Ada istilah namanya Nebis In Idem. Mereka (tim eksaminasi) harus tahu dong ada istilah itu dalam hukum. Jadi tidak bisa dibuka-buka lagi," kata Ito ketika dihubungi, Selasa 9 Februari 2010.

Dia mengatakan, dalam pemeriksaan kasus tersebut, Polri telah bekerja maksimal. Hasil pemeriksaan Polri, kata dia, sudah memenuhi unsur pidana. Ito menganjurkan agar pihak yang merasa dirugikan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Munir meninggal dalam perjalanan ke Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2008 silam. Hasil otopsi Kepolisian Belanda dan Indonesia menunjukkan Munir tewas akibat kelebihan kadar arsenik.

Dalam kasus ini, bekas pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto divonis 20 tahun penjara. Namun, pengadilan menjatuhkan vonis bebas kepada mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, Muchdi Purwoprandjono yang juga diduga terlibat.