Presiden Didesak Jalankan Rekomendasi Orang Hilang

INILAH.COM, Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali didesak agar menjalankan rekomendasi DPR (2004-2009) terkait kasus penghilangan orang secara paksa yang terjadi pada 1997-1998 silam.

Desakan tersebut disampaikan Ikatan Korban Orang Hilang (Ikohi), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Kamis (18/2).

Rekomendasi DPR kepada Presiden tersebut antara lain pembentukan pengadilan HAM adhoc, pencarian terhadap 13 aktivis yang masih hilang, rehabilitasi dan pemberian kompensasi kepada keluarga korban yang hilang.

Selain itu, meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia. "Hingga hari ini, Presiden belum bertindak apa pun terhadap empat rekomendasi rapat paripurna DPR tersebut," kata Ketua Badan Pengurus YLBHI Patra M Zen.

Sikap pengabaian terhadap empat rekomendasi itu, menurut dia, jelas merupakan pencerminan dari ketiadaan agenda politik HAM pemerintah terhadap penyelesaian kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, khususnya kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998.

Padahal, lanjut Patra, penuntasan kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998 oleh pemerintah tentunya juga akan mencegah terjadinya kembali kasus pelanggaran berat HAM yang serupa di kemudian hari.

"Artinya jika kasus-kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu tidak dituntaskan, maka ada kemungkinan kasus pelanggaran HAM di Indonesia akan terus berlanjut karena tidak memiliki efek jera terhadap para pelaku pelanggar HAM," tuturnya.

Ke-13 orang yang menjadi korban penghilangan paksa tersebut adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

"Penantian panjang keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997/1998 untuk dapat berkumpul kembali dengan sanak saudaranya yang masih hilang seharusnya menjadi pertimbangan Presiden agar dapat segera menuntaskan kasus ini," tandas Patra. [*/jib]