Stop Operasi Militeristik

Stop Operasi Militeristik

(Banda Aceh): KontraS Aceh dan PB HAM Pidie mengingatkan kepolisian untuk tidak mengulangi pendekatan militeristik dalam penumpusan kelompok yang diduga teroris di Aceh. hal ini terkait dengan meluasnya operasi kepolisian dan bertambahnya warga yang terbunuh dalam operasi seperti yang terjadi pada 03 Maret 2010 dinihari di Padang Tiji.

Koordinator KontraS Aceh, Hendra Fadli mengatakan apapun bentuk ancaman keamanan yang muncul polisi tetap harus berpedoman pada aturan perundang-undangan yang ada, diantaranya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Indonesia (Perkap) No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip & Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri dan Perkap No. 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. “Sehingga operasi kepolisian yang digelar tidak berdampak pada pelanggaran HAM dan terganggunya kenyamanan kehidupan masyarakat Aceh secara luas”.

Hal senada juga disampaikan Heri Saputra, Koordinator PB HAM Pidie yang berpendapat bahwa sejauh ini operasi kepolisian tidak ubahnya dengan pendekatan militer pada masa penumpasan Gerakan Aceh Merdeka saat konflik Aceh. “Jatuhnya korban sipil dan pelaksanaan sweeping secara meluas merupakan pendekatan militeristik yang trend pada masa konflik, apalagi kalau diikuti dengan pembangunan pos-pos satuan tempur Kepolisian. Pola ini tentu tidak tepat untuk menguber lima puluh orang pelaku kejahatan yang bentuk dan sifat gerakannya tidak massif dan tidak memiliki dukungan politik maupun kesesuaian ideologi dengan mayoritas masyarakat Aceh”.

KontraS Aceh dan PB HAM Pidie meminta agar kepolisian dapat meminimalisir pendekatan militeristik dengan cara mengandalkan kemampuan deteksi ancaman secara baik serta kemitraan yang kuat dengan masyarakat. “Selama ini polisi telah membuktikannya dalam kesuksesan memberantas senjata ilegal pasca damai”, ujar Hendra. Hendra menambahkan ini merupakan potensi dukungan yang dapat dimanfaatkan oleh kepolisian dengan membangun kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk mengamankan daerahnya masing-masing serta memberikan informasi kepada kepolisian jika ditemukan situasi atau orang-orang yang mencurigakan di desanya masing-masing. Dengan demikian kepolisian dapat bertindak secara terukur dan terbatas. –mungkin pola operasi memburu gembong terorisme (Nurdin M Top dan DR Azhari) di pulau Jawa dapat dijadikan acuan dimana operasi kepolisian yang digelar terlihat lebih professional dan proporsional serta tidak menimbulkan korban sipil–.

Kedua lembaga yang menaruh perhatian besar terhadap penyimpangan kewenangan yang dilakukan kepolisian ini juga menyatakan sangat menyayangkan bahwa sampai sejauh ini otoritas pemerintah dan otoritas politik di Aceh terlihat pasif dan tidak sensitif dengan perkembangan situasi keamanan di Aceh serta pola penanganannya yang terbukti mengabaikan prosedur dan aspek akuntabilitas. “Untuk itu kami mendesak Gubernur Aceh dan ketua DPR Aceh untuk segera mengevaluasi pendekatan operasi kepolisian di Aceh serta mengeluarkan kebijakan bersama terkait dengan pendekatan keamananan yang terukur dan terbatas terhadap keberadaan dan aktifitas kelompok “radikal” di Aceh”, ujar Hendra dan Heri.(KA)

Banda Aceh, 3 Maret 2010

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh

Pos Bantuan Hukum dan HAM

(PB HAM) Pidie

Hendra Fadli

Heri Saputra

Koordinator

Direktur Eksekutif

 

 

Konfirmasi:

Hendra Fadli: 081360747000
Heri Saputra: 0813760 300 300