Warga Talangsari: Kami bukan teroris

TEMPO Interaktif, Jakarta – Warga Talangsari menolak dikaitkan dengan kelompok teroris mana pun. Aksi polisi yang kembali mengawasi aktivitas mereka Selasa lalu dianggap tak berdasar, prematur, dan gegabah. "Kami menolak tuduhan terorisme pada kami," kata Kabul, perwakilan warga Talangsari saat memberikan keterangan pada sejumlah wartawan di Gedung Kontras, Jumat (12/3).

Kabul menjelaskan bahwa selama ini, warga Talangsari hidup berdampingan bersama warga sekitar. Keakraban terjalin sejak 2004, dan sejak 3 tahun lalu hubungan dengan polisi pun kembali cair. Tandanya adalah bisa digelarnya kegiatan mengenang peristiwa Talangsari 6, 7, 8 Februari 1989 lalu yang sebelumnya tidak pernah diperingati.

Koordinator Kontras, Usman Hamid, mengungkapkan, hubungan retak kembali karena pemberitaan sejumlah media. Dia menunjuk alufuq.wordpress.com dan media online tempointeraktif yang memasang foto-foto peristiwa Talangsari, Tanjung Priok, Ambon. "Langkah polisi menimbulkan kecemasan warga sekitar, mereka panik,” ujar Usman.

Kontras mengutuk keras sikap polisi yang curiga. "Kami meminta polisi untuk berhati-hati, karena tindakan polisi ini bisa melemahkan dan mendeskreditkan, apalagi kasus Talangsari ini tinggal menunggu hasil di Kejaksaan Agung," kata Usman.

Krisbiantoro dari Divisi Impunitas Kontras menambahkan, warga semakin panik saat ada kabar bahwa eks militan Polda Lampung memantau eks militan Talangsari. Warga juga sudah mulai merasa tidak nyaman saat ini, karena intensitas kedatangan warga asing semakin tinggi. “Butuh berpuluh-buluh tahun untuk membangun kembali rasa saling percaya dengan warga sekitar dan polisi,” kata Kris.

Meski 21 tahun telah berlalu, para korban, terutama perempuan dan anak, masih merasakan trauma yang berkepanjangan. "Misalnya melihat simbol kepolisian, mereka menangis, berlari, sembunyi," tutur Kris. Dan jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, "Persepsi publik akan negatif," tegasnya lagi.