DPR agar Tak Abaikan RUU PPRT

Jakarta, Kompas – Sebagai wakil rakyat, DPR tidak selayaknya mengabaikan perlindungan terhadap warga, khususnya mereka yang lemah. Tidak mengherankan jika kemudian penggagalan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga oleh beberapa anggota Komisi IX menuai kecaman.

Aktivis hak asasi manusia yang juga anggota Fraksi PKB DPR periode 2004-2009, Nursyahbani Katjasungkana, mengatakan, dalam relasi antara pekerja rumah tangga dan majikan, PRT perlu dilindungi. Selama ini mereka tidak hanya dieksploitasi, tetapi juga kerap diperlakukan kasar oleh majikan.

Dalam jumpa pers yang digelar di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (14/6), Nursyahbani menegaskan pentingnya RUU itu dibahas oleh DPR. ”Apalagi para pekerja rumah tangga telah membantu banyak keluarga berkembang,” kata Nursyahbani.

Bagi Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Komisi IX sebenarnya tak memiliki alasan untuk mengabaikan RUU itu. Selain telah menjadi bagian dari prioritas, RUU itu sendiri merupakan ketentuan yang lahir sebagai inisiatif DPR.

Sebaliknya, jika pembahasan itu diabaikan, sikap tersebut menunjukkan ketidakseriusan DPR. Di sisi lain, hal itu juga menunjukkan langkah mundur DPR dalam upaya perlindungan warga negara. Setidaknya, saat ini terdapat empat juta pekerja rumah tangga lokal dan enam juta pekerja rumah tangga migran.

Dalam rapat Komisi IX pada 2 Juni 2010, beberapa anggota fraksi-fraksi di Komisi IX, kecuali PDI-P, tutur Anis, menolak rencana pembahasan RUU PPRT. Alasannya, ketentuan itu dinilai belum mendesak. Padahal, dalam Sidang Paripurna DPR pada 30 November 2009 disepakati bahwa RUU PPRT menjadi salah satu RUU Prioritas dalam Program Legislasi Nasional DPR 2010. (JOS)