80 Persen Penyiksa Tahanan adalah Polisi

TANGERANG, KOMPAS.com – Jaringan Anti Penyiksaan Indonesia (JAPI) menggelar dialog bersama warga binaan di Penjara Pemuda, Tangerang, Banten, Jumat (25/6/2019).

Dalam dialog tersebut, JAPI menyampaikan agar para warga binaan mengadukan kepada lembaga terkait seperti JAPI jika terdapat penyiksaan di penjara tersebut.

"80 persen yang melakukan penyiksan adalah polisi. Penelitian di lapas, ada yang bilang perutnya pernah digolok penyidik," ujar pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Edy Halomoan, yang tergabung dalam JAPI, dalam dialog tersebut.

Kepada para warga binaan, Edy memaparkan bahwa terdapat empat unsur penyiksaan. Pertama, dilakukan secara sengaja. Kedua, dilakukan untuk tujuan pengakuan, demi mendapatkan informasi, atau mendiskriminasikan.

Ketiga, tindakan yang kejam dan tidak berkeprimanusian, dan keempat, yang melakukannya adalah pejabat publik.

"Para pejabat publik tidak hanya yang melakukan, tapi menghasut, atau dia tahu namun membiarkan saja," katanya.

Penyiksaan di dalam rumah tahanan, kata Edy, dapat juga terjadi terhadap psikis para tahanan. "Contohnya di Guantanamo, yang dilakukan biar orang itu marah, misalnya kitab-kitab suci diinjek-injek, itu kan merendahkan martabat, itu sudah penyiksaan," ujar Edy.

Mendengar penjelasan Edy, para warga binaan yang hadir dalam dialog menanggapi bahwa tidak ada penyiksaan dalam Penjara Pemuda, Tangerang.

"Sampai saat ini, di sini tidak ada penyiksaan-penyiksaan seperti itu," ujar seorang warga binaan. Namun seorang warga binaan lainnya mengusulkan kepada pihak penjara yang saat itu juga hadir agar diadakan tim dokter kejiwaan bagi para warga binaan.

"Sebaiknya ada dokter kejiwaan supaya yang baru masuk sini tidak stres, bisa beradaptasi, nggak sampai bunuh diri lagi tuh, nyebur sumur," katanya. Dialog antar warga binaan dan JAPI tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Internasional untuk Korban Penyiksaan yang jatuh pada 26 Juni.