POLRI Harus Tindak Tegas Kelompok-kelompok Kekerasan

POLRI Harus Tindak Tegas Kelompok-kelompok Kekerasan

KontraS mengkhawatirkan terus berlangsungnya aksi-aksi kekerasan yagn dilakukan oleh kelompok-kelompok vigilante yang mengatasnamakan Islam dan anti komunis. Kami menilai hal ini tak lepas dari tiadanya tindakan hukum yang tegas dari Polri sebagai aparat penegak hukum yang semestinya memberikan rasa keamanan bagi masyarakat. Bahkan Polri seakan membiarkan fungsi penegakan hukum diambil alih oleh kelompok-kelompok ini. Tak heran jika muncul dugaan publik bahwa Polri juga seakan membentengi kelompok-kelompok kekerasan ini dalam menjalankan aksinya.

Sepanjang tahun 2010, KontraS mencatat kelompok-kelompok ini telah 8 kali melakukan tindakan kekerasan berupa intimidasi, pemukulan dan pembubaran acara. Tindakan kekerasan ini tidak saja dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas bahkan lebih mengkhawatirkan juga dilakukan terhadap anggota Komnas HAM sebagai institusi negara dan anggota DPR sebagai perwakilan rakyat. Peristiwa terakhir terjadi pada akhir Juni lalu di Banyuwangi dimana kelompok yang mengatasnamakan islam membubarkan kegiatan kesehatan yang dilakukan oleh anggota Komisi XI DPR RI. Mereka mengasumsikan kegiatan ini merupakan pertemuan reuni eks PKI. Di sisi lain, Polri tidak melakukan tindakan yang tegas bahkan memberikan reaksi yang sangat formalistik pada persoalan ijin semata.

Pembiaran yang dilakukan Polri terhadap aksi-aksi ini tidak bisa dibiarkan. Tindakan ini mengancam kemanan masyarakat yang semestinya dilindungi secara hukum. Jika anggota Komnas HAM dan anggota DPR saja menjadi bagian yang diintimidasi lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan lebih? Polri harus berani melakukan proses hukum terhadap tindakan-tindakan kekerasan tersebut.

Maraknya aksi semacam itu oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan islam dan anti komunis ini terlihat cukup tinggi pada sekitar lima tahun belakangan ini (lampiran). Hasil monitoring KontraS mencatat bahwa aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok  ini tidak hanya ditujukan kepada kelompok agama dan keyakinan yang minoritas, tetapi juga kepada pihak-pihak yang dituduh komunis atau kelompok seksual minoritas bahkan rakyat miskin kota. Kontras juga mencatat bahwa aksi-aksi kekerasan serupa hampir tidak pernah ditindaklanjuti secara hukum bahkan justru kadangkala mengkriminalkan pihak yang menjadi korban.

Ketidakseriusan tindakan penegakkan hukum terhadap para pelaku aksi kekerasan menyebabkan aksi-aksi kekerasan serupa terus berlanjut. Padahal tindakan penegakan hukum adalah cara yang paling efektif untuk meredam tindakan tersebut. Dalam catatan Kontras, kekerasan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam menurun drastis di tahun 2003 dan 2009 dimana pemimpinnya tengah menjalani proses hukum. Tindakan ini memiiki daya paksa yang cukup besar untuk menekan keberlanjutan aksi kekerasan.

KontraS juga mengingatkan bahwa upaya-upaya untuk berpendapat, berekspresi dan berorganisasi dijamin oleh konstitusi dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahaan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Polri semestinya menjadi garda terdepan yang juga mendorong penghormatan terhadap kebebasan tersebut sebagai bagian dari komitmennya untuk melindungi hak asasi manusia.

Lebih lanjut, kami meminta Presiden untuk memberikan perhatian serius terhadap hal ini. Presiden harus mendukung Polri untuk berani melakukan penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok kekerasan yang semakin marak. Kami mengkhawatirkan tidak adanya respon yang tegas akan menyebabkan terjadinya konflik di antara masyarakat. Perlu diingat bahwa sejarah dan falsafah hidup bangsa Indonesia lahir dari berbagai perbedaan, kebhinekaan dan toleransi. Sehingga sangatlah tidak layak jika perbedaan yang muncul disikapi dengan tindakan-tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama tertentu atau kelompok tertentu. Menjadi bangsa yang beradab berarti tunduk pada nilai-nilai anti kekerasan dan kemanusiaan.

Jakarta, 2 Juli 2010

Badan Pekerja KONTRAS

Sri SuparyatiPapang Hidayat
Kepala Divisi Politik Hukum dan HAMKepala Biro Litbang

Lampiran : Tabulasi Kekerasan Kelompok Vigilante