Polri Kehilangan Panutan

Jakarta, CyberNews. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dinilai tengah kehilangan panutan. Padahal sejarah pernah mencatat, Polri pernah memiliki sosok berintegritas moral tinggi.

Hal ini dikatakan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, Jumat (2/7). Menurutnya, dalam kenangan seorang Hoegeng, masyarakat menjadi prihatin saat HUT Polri ke-64 ternyata disesaki oleh persoalan-persoalan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merusak sendi pengabdian Polri.

"Kondisi ini meruntuhkan kehormatan Polri. Di luar, Polri kian jauh dari masyarakatnya sendiri. Di dalam, Polri kehilangan panutan seorang pengabdi seperti Hoegeng," katanya.

Sejarah mencatat, saat menjabat sebagai Kapolda Sumutera Utara,  Hoegeng dipercaya Kapolri saat itu R.M. Soekanto dan Jaksa Agung R. Soepraptountuk menangani keruwetan wilayah Sumatera Utara yg penuh korupsi, perjudian dan  soal gangguan keamanan.

Hoegeng, Soekanto, dan Soeprapto, lanjut Usman, memiliki harapan agar tonggak kehormatan Polri tidak sekadar harapan, tapi jadi kenyataan. Yaitu pengabdian dan pengorbanan bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

"Saat ini itulah yang tidak kita miliki. Karena itulah kenapa KKN begitu mengakar dan hampir mustahil dihentikan," ujar Usman.

Dia menyayangkan hal itu terus terjadi. Sebab menurut Usman, Polri merupakan cermin masyarakat. Jika KKN di tubuh Polri gagal dibongkar, maka budaya KKN dalam masyarakat akan tetap menjamur. "Wajah HUT Polri di masa berikutnya akan kian suram. Namun saya yakin Polri masih punya kesempatan (untuk terus membenahi diri) dan itu jelas," tutup Usman.

Polri Kehilangan Panutan

Jakarta, CyberNews. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dinilai tengah kehilangan panutan. Padahal sejarah pernah mencatat, Polri pernah memiliki sosok berintegritas moral tinggi.

Hal ini dikatakan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, Jumat (2/7). Menurutnya, dalam kenangan seorang Hoegeng, masyarakat menjadi prihatin saat HUT Polri ke-64 ternyata disesaki oleh persoalan-persoalan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merusak sendi pengabdian Polri.

"Kondisi ini meruntuhkan kehormatan Polri. Di luar, Polri kian jauh dari masyarakatnya sendiri. Di dalam, Polri kehilangan panutan seorang pengabdi seperti Hoegeng," katanya.

Sejarah mencatat, saat menjabat sebagai Kapolda Sumutera Utara,  Hoegeng dipercaya Kapolri saat itu R.M. Soekanto dan Jaksa Agung R. Soepraptountuk menangani keruwetan wilayah Sumatera Utara yg penuh korupsi, perjudian dan  soal gangguan keamanan.

Hoegeng, Soekanto, dan Soeprapto, lanjut Usman, memiliki harapan agar tonggak kehormatan Polri tidak sekadar harapan, tapi jadi kenyataan. Yaitu pengabdian dan pengorbanan bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

"Saat ini itulah yang tidak kita miliki. Karena itulah kenapa KKN begitu mengakar dan hampir mustahil dihentikan," ujar Usman.

Dia menyayangkan hal itu terus terjadi. Sebab menurut Usman, Polri merupakan cermin masyarakat. Jika KKN di tubuh Polri gagal dibongkar, maka budaya KKN dalam masyarakat akan tetap menjamur. "Wajah HUT Polri di masa berikutnya akan kian suram. Namun saya yakin Polri masih punya kesempatan (untuk terus membenahi diri) dan itu jelas," tutup Usman.