Pemerintah Diminta Perketat Verifikasi Ormas

Jika aparat bertindak tegas, organisasi apa pun akan mengikuti aturan hukum.
JAKARTA – Sejumlah tokoh mendesak pemerintah melakukan verifikasi secara ketat sebelum menyetujui pembentukan organisasi masyarakat. Hal ini menyikapi pembubaran acara sosialisasi kesehatan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat oleh Front Pembela Islam di Banyuwangi pada pekan lalu.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Asad Said Ali berharap undang-undang tentang organisasi masyarakat diatur secara jelas. "Ini kan sesuai anggapan sedikit kekerasan dianggap bebas, akhirnya, ya, begitu," ujarnya seusai Kongres Fatayat NU di Asrama Haji, Jakarta, akhir pekan lalu.

Asad berharap ada pengaturan syarat yang jelas antara ormas dan partai politik. Menurut dia, aturan yang sumir akan mengakibatkan kekacauan. "Harus ada verifikasi organisasi harus seperti apa. Jangan ormas berubah seperti partai, partai berubah jadi ormas, ini kan kacau-balau," ujarnya. Dia sependapat dengan anggapan bahwa FPI dalam aksi kekerasannya dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu. Namun, kata dia, saat ini sudah ada sedikit perubahan. "Awalnya kan begitu, tapi sekarang saya lihat transisi demokrasi, sehingga orang belum bisa melihat batas-batas kebebasan berpendapat seperti apa," ujarnya.

Menurut Asad, kekerasan berawal pada masa transisi ini karena pemerintah tak bertindak tegas. "Kan selama ini kita menganggap itu demokrasi, tidak boleh diapa-apakan. Sekarang, ya, makan getahnya sendiri,"ka-tadia.
Berkaitan dengan FPI, Asad meminta penegak hukum mempelajari kasusnya, dan dilihat, berdasarkan undang-undang, apakah ada pelanggaran di dalamnya.

Namun, kata Asad, PB NU tidak akan menegur FPI. "Kami hanya mengimbau untuk antikekerasan," ujarnya.

Di Yogyakarta, mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengatakan FPI menciptakan aparat swasta yang merusak tatanan sosial karena polisi tidak melakukan tugas secara wajar.

"Aparatnya tidak bertindak tegas dan tidak wajar," kata Syafii seusai pembukaan Muktamar PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu lalu.

Lelaki yang akrab disapa Buya ini menambahkan, jika aparat bertindak tegas, organisasi apa pun akan mengikuti aturan hukum. "Kalauhukum berfungsi, aparat bertindak wajar, sesungguhnya mereka takut, kok. Aparat kita ini kadang-kadang agak lemah dan agak ragu-ragu," ujarnya.

Mengenai pembubaran FPI, Buya menyerahkannya kepada hukum yang berlaku.

Namun mantan Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi tidak setuju jika FPI dibubarkan. "Percuma saja, nanti mereka pakai nama, baju, yang lain," kata Hasyim.

Menurut dia, lebih baik pemerintah membina dan melakukan pendekatan terhadap FPI agar menjadi organisasi yang lebih baik.

Jumat lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak polisi menindak tegas kelompok yang mela-. kukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan antikomunis.

Kepala Divisi Politik Hukumdan Hak Asasi Manusia Kontras Sri Suparyati menyatakan, sejak Januari hingga Juni 2010 kelompok kekerasan berbasis agama tercatat sudah melakukan delapan kali tindak kekerasan.

Bentuk tindakannya, kata dia, berupa intimidasi, pemukulan, dan pembubaran acara yang mereka anggap tidak sepaham dengan mereka. "Lebih parahnya, Komnas HAM sebagai lembaga negara menjadi sasaran mereka," ujarnya.

Sri mengatakan penegakan hukum di negara ini sudah diserahte-rimakan ke tangan ormas atau kelompok kekerasan, seperti yang terjadi di Banyuwangi. Saat itu, kata dia, polisi tidak berbuat apa pun. "Pembiaran semacam, ini berbahaya, karena menunjukkan tidak seriusnya polisi melindungi hak sipil," ujarnya.