Dicari: Pelaku Penganiayaan Aktivis ICW

Aksi penganiyaan itu diduga terkait laporan kasus rekening perwira tinggi Polri ke KPK.

VIVAnews – SATU aksi penyerangan brutal telah menimpa Tama Satrya Langkun, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Kamis 8 Juli 2010, sekitar pukul 04.00 WIB, di daerah Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Tama dianiaya setelah menonton bareng partai semifinal Piala Dunia antara Jerman dan Spanyol di kawasan Kemang, bersama rekannya Laode Moamar Khaddafi. Namun, Khaddafi selamat dari penyerangan itu.

Khadafi mengaku, sebelum pergi ke Kemang, Tama sempat menerima tamu empat orang perwira dari Polda Metro Jaya. Pertemuan itu dilakukan di Kantor ICW.
 
Akibat penyerangan itu, kepala Tama harus dijahit sebanyak 29 kali. Tama pun kini harus terbaring di RS Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
 
Koordinator ICW, Danang Widoyoko, menduga serangan terhadap rekannya terkait kasus yang sedang ditangani Tama. Sebelumnya, Tama pernah melaporkan dugaan adanya rekening mencurigakan yang dimiliki perwira tinggi (Pati) Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
 
"Saudara Tama saat ini sedang menangani kasus rekening Pati Polri. Kami menduga ini ada kaitannya dengan laporan kami," kata Danang.
 
Danang menceritakan, setelah pelaporan itu muncul sejumlah peristiwa aneh. Danang mengungkapkan, ada sejumlah orang tak dikenal nongkrong di depan kantor ICW di Kalibata, dan sepertinya mereka memantau kegiatan kantor aktivis anti korupsi itu.
 
Selain itu, lanjut Danang, Tama pernah mengungkapkan dia pernah ditelepon seseorang mengaku bernama Roni, dan berprofesi sebagai wartawan Kompas. Menurutnya, Roni menawarkan kerjasama melakukan investigasi. Namun, ‘wartawan Kompas’ ini tidak pernah mau bertemu di Kantor ICW. "Setelah dicek, tidak ada nama Roni di Kompas," jelasnya.
 
Peneliti ICW yang lain, Febri Diansyah, mengungkapkan pihaknya merasa diawasi sepekan terakhir. Pengawasan itu dirasakan di kantor ICW di Kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. "Beberapa hari sebelumnya ada tukang sate padang tak pernah ada sebelumnya, tiba-tiba sering mangkal di depan kantor," kata Febri. Padahal, tambah dia, tukang sate itu tidak ada pembelinya. "Waktu saya tanya pakai Bahasa Padang, dia tidak bisa jawab."
 
Pertanda lain, tiba-tiba ada orang pacaran di depan kantor ICW. "Padahal, selama saya di sana, tidak pernah ada orang pacaran," kata dia. Menurut Febri, dua hari lalu, ada mobil Innova hitam dengan empat penumpang parkir di sekitar kantor ICW. "Mobil diparkir menghadap jalan dengan kondisi mesin menyala. Mereka mangkal dari zuhur sampai sekitar pukul 17.00."
 
Keempat orang tersebut tidak dikenal, mereka juga bukan orang yang akan melaporkan kasus korupsi ke ICW.
 
Memang belum ada informasi siapa pelaku yang menganiaya peneliti ICW itu. Tudingan soal kaitan Polri dengan penyerangan itu pun dibantah oleh Mabes Polri. "Jangan menuduh institusi kami. Kami akan selidiki dengan cepat kasus ini," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Polri, Komisaris Besar Polisi Marwoto Soeto.
 
Kasus penganiayaan ini terjadi hanya dua hari setelah kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat dilempari bom molotov. Pelemparan itu terjadi setelah Majalah Tempo menurunkan laporan utama tentang kasus rekening mencurigakan milik sejumlah jenderal Polri.
 
Mengenai dua kasus ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memerintahkan aparatnya untuk segera mengungkap siapa pelaku penyerangan. SBY pun meminta kepada semua pihak agar tidak memanfaatkan situasi yang berkembang saat ini. Apalagi kondisi keamanan Indonesia sudah semakin membaik.

"Jangan sampai kita diadu domba, ada yang mengail di air keruh dan memanfaatkan situasi," ujarnya.

Sejumlah organisasi massa menghujat aksi penganiyaan itu. Tokoh Setara Institute, Hendardi, mengimbau polisi segera membongkar motif dan juga pelaku penganiayaan itu. Hal senada diungkapkan oleh Usman Hamid dari Kontras, dan sejumlah tokoh penggiat hak asasi manusia lainnya. "Serangan terhadap aktivis anti korupsi tak boleh didiamkan begitu saja," ujar Usman.

Sejauh ini, Polda Metro Jaya telah memeriksa empat saksi terkait pengeroyokan itu. Polisi mengaku kesulitan menelusuri pelaku berdasarkan sketsa wajah.

Kadiv Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar, menjelaskan saat korban dianiaya, pelaku mengenakan helm, sehingga wajah sulit dikenali. Bukti lain yang dimiliki polisi, dan satu-satunya yang bisa diharapkan adalah nomor kendaraan bermotor pelaku.

"Kami sudah punya nomor polisi motor yang digunakan pelaku. Dari situ kita akan telusuri, dan itu peluang besar polisi mencari tahu," kata  Kadiv Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar, Kamis 8 Juli 2010.

Selain nomor polisi motor, polisi juga akan melacak mobil Toyota Avanza yang saat kejadian menghampiri korban untuk menawarkan pertolongan. Tapi, Tama menolaknya, karena dia yakin mobil itu juga bagian dari komplotan penyerang. (np)