Aktivis ICW Dibacok, Komnas HAM: Polri Harus Usut Tuntas karena Terkait Citranya

Tama yang dibacok oleh 4 orang tidak dikenal usai nonton bareng Piala Dunia 2010 di Kemang, Jaksel, terbaring di UGD RS Asri, Jl Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan.

Jakarta (SIB)
Komnas HAM prihatin atas kasus pembacokan terhadap anggota Divisi Investigasi ICW Tama Satrya Langkun yang melaporkan kasus rekening gendut pejabat Polri. Polri diminta mengusut insiden itu.”Kita tentu prihatin dengan cara-cara yang mengancam pembela HAM. Korban adalah salah satu pembela HAM. Ini bentuk lain dari ancaman bagi aktivis,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada detikcom, Kamis (8/7).
Komnas HAM meminta Polri segera mengusut kasus ini. “Polri harus usut tuntas karena berdampak pada citra Polri. Bagaimana pun kasus pembacokan ini diduga ada kaitan dengan korban yang melaporkan isu rekening Polri,” papar Ridha.
Menurut dia, insiden pembacokan itu berdampak pada demokratisasi dan pembungkaman kebebasan orang untuk mengungkap kasus-kasus bermasalah di publik.
“Ini bukan hanya teror kepada korban tetapi berefek bagi aktivis lainnya yang memperjuangkan pengungkapan kasus bermasalah. Kalau Polri tidak mengusut maka orang akan tetap kuat menduga mereka terlibat kasus itu,” ujar Ridha.
Kontras: Penangkapan Pembacok Bisa Bersihkan Tuduhan pada Polisi
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) meminta pihak kepolisian mengusut tuntas peristiwa pembacokan atas aktivis ICW Tama S Langkun. Penangkapan pelaku juga bisa membersihkan citra kepolisian.
“Jika Polri berhasil menguak, dampaknya bukan hanya menghilangkan tuduhan seputar laporan rekening jenderal polisi, tapi juga dapat membantu Polri menjaga kepercayaan masyarakat luas atas jaminan keamanan dan perlindungan hukum warga,” kata Koordinator Kontras Usman Hamid dalam siaran pers, Kamis (8/7).
Usman menilai, peristiwa itu adalah serangan terhadap pembela HAM dan antikorupsi, bukan suatu kasus kriminil biasa.”Menyerang pembela HAM amat tak mudah, itu perlu sumber daya. Serangan initidak terjadi dalam kekosongan, melainkan bisa dilihat sebagai puncak reaksi ketidaksukaan kubu pelaku terhadap apa yang dilakukan korban di kurun waktu sebelumnya,” terang Usman yang juga pengajar HAM di PTIK ini.
Polisi harus bisa menguak motif sebenarnya. Sebab bisa juga ada pihak lain, yang mau mencapai tujuan tertentu dengan cara-cara preman yang sudah biasa dipakai di tengah opini dominan yang marak.
Danang: Ini Intimidasi, Bukan Ancaman Pribadi kepada Tama
Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat, insiden penyerangan terhadap anggota Divisi Investigasi ICW Tama Satrya Langkun merupakan intimidasi bagi lembaganya, bukan ancaman pribadi kepada Tama.”Kami belum sampai pada pemikiran itu (ancaman rekening gendut Polri). Tetapi, ini sebuah bentuk intimidasi. Kami tidak melihat adanya ancaman pribadi bagi Tama. Sementara yang lain terkait pekerjaan dia di ICW, yang salah satunya dia sedang menangani rekening mencurigakan itu,” papar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko.
Hal ini disampaikan Danang di RS Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (8/7). Di RS itu Tama dirawat.Dikatakan dia, ICW sudah melaporkan dugaan kasus rekening pejabat Polri kepada KPK dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Danang bersyukur Kepolisian cukup proaktif dan kooperatif menangani kasus penganiayaan ini. “Pagi tadi, kapolsek dan kapolres datang. Mereka menyatakan tidak perlu kami ke sana yang melapor, nanti staf yang datang ke sini,” kata Danang.
ICW akan menyerahkan pengusutan kasus ini ke Kepolisian sepenuhnya. “Tetapi, kami juga tetap mendorong proses hukum supaya ini ditindaklanjuti. Tugas polisi kan melindungi masyarakat, termasuk juga ICW,” kata dia.Danang mengatakan, ICW tidak mendapat ancaman teror sebelum kasus ini. “Tetapi, ada orang yang tidak jelas di lingkungan ICW. Kami kan kenal semua, tetangga. Kemudian, ada orang yang mengaku-ngaku wartawan mengontak Tama,” tutur Danang.
Namun demikian, kata dia, ICW tetap akan melawan korupsi dan kekerasan. “Bagi kami ini ancaman dan akan menjadi momentum untuk menggalang dukungan,” cetus Danang. (detikcom/g)

Aktivis ICW Dibacok, Komnas HAM: Polri Harus Usut Tuntas karena Terkait Citranya

Tama yang dibacok oleh 4 orang tidak dikenal usai nonton bareng Piala Dunia 2010 di Kemang, Jaksel, terbaring di UGD RS Asri, Jl Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan.

Jakarta (SIB)
Komnas HAM prihatin atas kasus pembacokan terhadap anggota Divisi Investigasi ICW Tama Satrya Langkun yang melaporkan kasus rekening gendut pejabat Polri. Polri diminta mengusut insiden itu.”Kita tentu prihatin dengan cara-cara yang mengancam pembela HAM. Korban adalah salah satu pembela HAM. Ini bentuk lain dari ancaman bagi aktivis,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada detikcom, Kamis (8/7).
Komnas HAM meminta Polri segera mengusut kasus ini. “Polri harus usut tuntas karena berdampak pada citra Polri. Bagaimana pun kasus pembacokan ini diduga ada kaitan dengan korban yang melaporkan isu rekening Polri,” papar Ridha.
Menurut dia, insiden pembacokan itu berdampak pada demokratisasi dan pembungkaman kebebasan orang untuk mengungkap kasus-kasus bermasalah di publik.
“Ini bukan hanya teror kepada korban tetapi berefek bagi aktivis lainnya yang memperjuangkan pengungkapan kasus bermasalah. Kalau Polri tidak mengusut maka orang akan tetap kuat menduga mereka terlibat kasus itu,” ujar Ridha.
Kontras: Penangkapan Pembacok Bisa Bersihkan Tuduhan pada Polisi
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) meminta pihak kepolisian mengusut tuntas peristiwa pembacokan atas aktivis ICW Tama S Langkun. Penangkapan pelaku juga bisa membersihkan citra kepolisian.
“Jika Polri berhasil menguak, dampaknya bukan hanya menghilangkan tuduhan seputar laporan rekening jenderal polisi, tapi juga dapat membantu Polri menjaga kepercayaan masyarakat luas atas jaminan keamanan dan perlindungan hukum warga,” kata Koordinator Kontras Usman Hamid dalam siaran pers, Kamis (8/7).
Usman menilai, peristiwa itu adalah serangan terhadap pembela HAM dan antikorupsi, bukan suatu kasus kriminil biasa.”Menyerang pembela HAM amat tak mudah, itu perlu sumber daya. Serangan initidak terjadi dalam kekosongan, melainkan bisa dilihat sebagai puncak reaksi ketidaksukaan kubu pelaku terhadap apa yang dilakukan korban di kurun waktu sebelumnya,” terang Usman yang juga pengajar HAM di PTIK ini.
Polisi harus bisa menguak motif sebenarnya. Sebab bisa juga ada pihak lain, yang mau mencapai tujuan tertentu dengan cara-cara preman yang sudah biasa dipakai di tengah opini dominan yang marak.
Danang: Ini Intimidasi, Bukan Ancaman Pribadi kepada Tama
Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat, insiden penyerangan terhadap anggota Divisi Investigasi ICW Tama Satrya Langkun merupakan intimidasi bagi lembaganya, bukan ancaman pribadi kepada Tama.”Kami belum sampai pada pemikiran itu (ancaman rekening gendut Polri). Tetapi, ini sebuah bentuk intimidasi. Kami tidak melihat adanya ancaman pribadi bagi Tama. Sementara yang lain terkait pekerjaan dia di ICW, yang salah satunya dia sedang menangani rekening mencurigakan itu,” papar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko.
Hal ini disampaikan Danang di RS Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (8/7). Di RS itu Tama dirawat.Dikatakan dia, ICW sudah melaporkan dugaan kasus rekening pejabat Polri kepada KPK dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Danang bersyukur Kepolisian cukup proaktif dan kooperatif menangani kasus penganiayaan ini. “Pagi tadi, kapolsek dan kapolres datang. Mereka menyatakan tidak perlu kami ke sana yang melapor, nanti staf yang datang ke sini,” kata Danang.
ICW akan menyerahkan pengusutan kasus ini ke Kepolisian sepenuhnya. “Tetapi, kami juga tetap mendorong proses hukum supaya ini ditindaklanjuti. Tugas polisi kan melindungi masyarakat, termasuk juga ICW,” kata dia.Danang mengatakan, ICW tidak mendapat ancaman teror sebelum kasus ini. “Tetapi, ada orang yang tidak jelas di lingkungan ICW. Kami kan kenal semua, tetangga. Kemudian, ada orang yang mengaku-ngaku wartawan mengontak Tama,” tutur Danang.
Namun demikian, kata dia, ICW tetap akan melawan korupsi dan kekerasan. “Bagi kami ini ancaman dan akan menjadi momentum untuk menggalang dukungan,” cetus Danang. (detikcom/g)