Kapolri Minta Sepekan Tuntaskan Kasus Tama

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri meminta waktu satu minggu untuk menuntaskan kasus penganiayaan anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satya Langkun dan berjanji akan terbuka dalam proses pengumpulan informasinya.

Hal itu dikatakan Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko yang mengaku telah bertemu Kapolri untuk menyakan kasus tersebut.

"Sekarang di kepolisian masih tahap pengumpulan informasi. Tetapi kita mengapresiasi polisi supaya bisa cepat menyelesaikan kasus ini," kata Danang kepada pers, di Jakarta, Senin..

Danang mengakui, saat ini kepolisian lebih banyak dituding terkait kasus Tama sehingga institusi hukum itu harus mampu menepis tudingan itu dengan melakukan penyidikan yang kredibel dan objektif.

"Kapolri Bambang Hendarso berkomitmen kepada kami akan terbuka dalam proses penyelesaian kasus Tama," ungkap Danang.

Dia mengatakan, saat ini yang terpenting pihak kepolisian transparan dalam pengumpulan informasi dan bukti-bukti terkait kasus Tama. "Kita lihat saja bagaimana penyelidikan sampai hasil akhirnya, karena kami menghargai proses," kata Danang.

Danang mengatakan, saat ini ada banyak pihak yang memberikan dukungan yang luar biasa artinya ICW tidak boleh mundur untuk memberantas korupsi dan surut untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai tindakan korupsi.

Menurut Danang, hal ini akan memberikan kekuatan moral bagi ICW dan kebersamaan antara aktifis anti korupsi dan penggerak perlindungan HAM.

UU Perlindungan Aktivis

Sementara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Perlindungan Aktivis. RUU tersebut dinilai sat penting untuk melindungi para aktivis.

"Membuat kebijakan konkret legislasi UU aktivis itu penting dan sekarang sudah masuk prolegnas tinggal dipercepat saja pembahasan," ujar Koordinator Kontras Usman Hamid kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, Senin (12/7).

Menurut Usman, pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan kepada aktivis yang rentan diancam secara fisik. Kasus penyerangan aktivis Tama S Langkun bisa dianggap sebagai contoh besarnya potensi teror yang diarahkan kepada aktivis.

"Harus ada penghukuman terhadap pelaku terhadap kasus Tama," tegas Usman.

Usman menjelaskan, tindakan teror tersebut merupakan upaya segelintir pihak yang ingin membungkam kebenaran merusak berkembannya demokrasi. Pemerintah juga diminta agar membuat larangan kepada aparatnya agar tidak memusuhi aktivis.

"Betul apa kata Pak Marzuki (Ketua DPR) kalau aktivis sama lah dengan warga negara tapi tentu ada perbedaan karena aktivis yang selama ini bekerja mengkritisi pemerintah," imbuhnya.

Apakah perlindungan yang dibutuhkan termasuk pengawalan?

"Tergantung ancamannya. Tingkat ancamannya. Kalau orang seperti Tama yang berani dan kuat. Tapi kalau pas orangnya takut dan minta dilindungi," tutupnya.

ANTARA-DETIK  | GLOBAL | JAKARTA