Kapolri Segera Umumkan Hasil Penyelidikan Kasus Rekening Jendral

JAKARTA – Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memberikan sinyal positif atas pengusutan dugaan transaksi mencurigakan dalam rekening sejumlah perwira tinggi (jenderal) polisi. Ketika menerima sejumlah tokoh LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan aktivis antikorupsi kemarin (12/7), Kapolri berjanji segera mengumumkan hasil penyelidikan kasus itu.

Kapolri juga memastikan bahwa beberapa kasus yang terkait dengan rekening jenderal tersebut tidak akan berhenti pada penyelidikan internal, tapi bisa dinaikkan menjadi delik pidana.

"Tadi (kemarin, Red) kami bertanya soal perkembangan analisis laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Red) oleh Polri. Termasuk, berapa yang masuk ranah hukum pidana dan yang sebatas (pelanggaran, Red) kode etik," ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid setelah bertemu Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Selain Usman, pertemuan itu dihadiri Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, dan Direktur Program Imparsial Al Araf. Pertemuan di ruang rapat utama Mabes Polri tersebut tertutup untuk media.

Sebelumnya, sejumlah kalangan khawatir penyelidikan rekening mencurigakan itu berhenti pada klarifikasi internal dan tidak berlanjut pada proses hukum. Apalagi, tidak ada pihak lain di luar kepolisian (misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dilibatkan dalam verifikasi pundi-pundi kekayaan sejumlah perwira tinggi itu.

Menurut Usman, Kapolri berjanji menyampaikan hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat pekan ini. "Termasuk, berapa yang sudah disidik kepolisian, juga berapa yang tidak diteruskan karena ada yang meninggal dunia dan semacamnya," ungkap alumnus Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, itu.

Mengutip keterangan Kapolri, Usman menyatakan bahwa Polri sudah menyelidiki 1.100 hasil analisis PPATK. "Jadi, memang tadi disampaikan oleh Kapolri bahwa semuanya akan dijelaskan. Bukan hanya (rekening mencurigakan milik perwira, Red) polisi," terangnya.

Mabes Polri memang berjanji mengumumkan hasil penyelidikan rekening mencurigakan sejumlah perwira tinggi itu secepatnya. Kabareskrim Komjen Ito Sumardi pernah menyatakan bahwa hasil klarifikasi internal tersebut diumumkan Senin atau Selasa (hari ini) atau selambat-lambatnya pekan ini. Ito juga memimpin tim klarifikasi internal rekening jenderal.

Usman mengungkapkan, Kapolri merespons positif semua pertanyaan kalangan LSM yang datang. "Beliau bilang, semuanya (pengusutan kasus itu, Red) kini dikerjakan siang malam, tidak beristirahat," tutur mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir tersebut.

Danang menjelaskan, para aktivis antikorupsi akan terus mengawal hasil penyelidikan terhadap rekening perwira polisi itu. Walaupun nanti Kapolri hanya menyampaikan hasil klarifikasi internal, para aktivis tidak menganggap masalah selesai sampai di situ. "Yang lebih penting bukan sekadar pengumumannya, tapi juga pengusutan, penyidikan, hingga penegakan hukumnya jika memang ada delik pidana, termasuk delik pidana korupsi," tegas Danang.

Penyerangan terhadap aktivis ICW Tama Satrya Langkun juga ditanyakan kepada Kapolri kemarin. Menurut Hendardi, Kapolri menyatakan bahwa kelompok penganiaya Tama sudah diidentifikasi. "Tetapi, beliau minta waktu karena ada beberapa orang yang belum tertangkap. Mungkin pekan ini bisa juga selesai," ucap dia.

Praktisi hukum yang gemar memakai jaket kulit tersebut menambahkan, berdasar keterangan Kapolri, penyerang Tama adalah kelompok yang terorganisasi. "(Penyerangan dan penganiayaan itu, Red) direncanakan dan sistematis," terang dia.

Untuk memantau perkembangan kasus tersebut, polisi akan melibatkan LSM. Namun, keterlibatan itu terbatas pada mendengarkan perkembangan kasus secara internal, tidak terkait dengan penyidikan. "Kapolri bilang sama dengan kasus Munir dulu, tetapi tidak dalam penyidikan," ujar Usman.

Meski demikian, Usman mengakui terdapat kesepakatan antara LSM dan Polri soal beberapa hal yang tak bisa diumumkan kepada publik. "Memang kami diberi akses secara langsung untuk mengetahui prosesnya sampai mana. Tetapi, ada beberapa hal yang off the record dan tidak bisa disampaikan kepada teman-teman (wartawan, Red)," jelas dia.

Diwawancarai secara terpisah, sumber Jawa Pos di lingkungan tim klarifikasi rekening menyebutkan, data yang diverifikasi sebenarnya sudah tuntas. "Tinggal kebijakan pimpinan soal kapan diumumkan," katanya saat dihubungi kemarin.

Perwira polisi itu menolak membeber lebih detail hasil kerjanya. Alasannya, kebijakan pengumuman tersebut hanya melewati satu pintu, yakni Kabareskrim. "Anggota tim itu terbatas, hanya 12 orang. Melacak siapa yang membocorkan gampang sekali," ujarnya.

Di bagian lain, dukungan untuk Tama terus mengalir, termasuk dari politisi. Kemarin sejumlah anggota DPD dan DPR dari Fraksi PDIP mengunjungi Tama di RS Asri, kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Delapan anggota DPD tiba lebih dulu. Seperti para pembesuk lain, mereka memberikan dukungan moral kepada Tama. Salah seorang anggota DPD, I Wayan Sudirta, menuturkan bahwa kekerasan yang menimpa Tama merupakan bukti akan adanya gangguan dari mafia koruptor terkait dengan upaya pemberantasan korupsi.

Mewakili anggota DPR lain, dia berharap polisi segera mengungkap aktor di balik kasus tersebut. "Polisi harus bisa menemukan para pelaku yang sesungguhnya," cetusnya.

Hal senada disampaikan oleh para anggota DPR dari Fraksi PDIP yang menjenguk Tama kemarin sore. Gayus Lumbuun mengatakan, pemerintah harus mengamanatkan kepada polisi untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap Tama. Menurut dia, peristiwa itu bisa terjadi karena Pengadilan Tipikor belum terbentuk.

Rieke Diah Pitaloka menambahkan, peristiwa tersebut merupakan bentuk penyelesaian masalah lewat cara-cara premanisme. "Karena itu, masyarakat harus ikut mengawasi. Jangan sampai hal semacam itu dianggap wajar," ucap anggota Komisi IX DPR dari FPDIP tersebut.

Selain anggota DPR, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto membesuk Tama kemarin. Ada pula advokat dan aktivis HAM Bambang Widjojanto.

Pada bagian lain, peneliti hukum ICW Febri Diansyah menyikapi ramainya pembesuk Tama dari kalangan pejabat. Dia menuturkan sangat menghargai setiap kunjungan. Namun, ICW berharap kunjungan oleh tokoh atau kelompok politik tidak dijadikan ajang berebut citra.

Dia mencontohkan, ICW menghargai kunjungan Presiden SBY Sabtu lalu (10/7). "Akan sangat berarti jika ada tindakan konkret berupa pembersihan di kepolisian setelah kunjungan tersebut," ucap dia.

Menurut Febri, tindakan konkret yang bisa ditempuh adalah membentuk tim gabungan. Presiden bisa membentuk tim, tetapi bukan tim yang menangani kasus per kasus. (rdl/ken/c11/dwi)