Investigasi Kontras: Tama Target Karena Kasus Rekening Gendut

TEMPO Interaktif, Jakarta – Komite untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menemukan bahwa aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama Satriya Langkun, telah dijadikan target kekerasan beberapa waktu sebelum terjadinya penganiayaan. Berdasarkan hasil investigasi Kontras, sejumlah peristiwa mencurigakan muncul berentetan sejak mencuatnya berita soal pelaporan rekening mencurigakan seorang petinggi Polri.

“Diduga ada kaitan antara pelaporan rekening perwira Polri itu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian,” kata Wakil Koordinator Kontras Haris Azhar saat menyampaikan hasil investigasi sementara di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (21/7).

Haris menyampaikan kronologi sebelum Tama dianiaya empat orang tak dikenal pada 8 Juli lalu. Menurut Haris, semuanya bermula pada 17 Juni 2010, saat ICW bersama Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri melaporkan perwira berinisial BG ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. “Tama adalah salah satu perwakilan ICW sebagai pelapor,” katanya.

Pada 30 Juni, pada pukul 21.00, Tama hadir sebagai narasumber acara bincang-bincang di TVOne yang membahas aksi borong majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi. Menurut Haris, pada pukul 04.00 keesokan harinya, atau pada 1 Juli pagi-pagi buta, dua orang tak dikenal melompati pagar kantor ICW di Kalibata, Jakarta. “Mereka terlihat mengutak-atik motor Tama yang terparkir di garasi,” katanya. Selain itu, lanjut dia, kedua orang itu juga berusaha mendobrak pintu depan kantor ICW.

Pada 1 Juli itu, Tama ikut bersama rombongan ICW menemui Wakil Ketua KPK Mohammad Jasin dan Bibit Samad Rianto di kantor KPK. ICW bermaksud menanyakan tindak lanjut komisi antikorupsi atas laporan ICW soal rekening perwira BG.

Selanjutnya, kata Haris, pada 3 Juli malam, Tama menerima telepon dari seseorang bernama Roni, yang mengaku sebagai wartawan Kompas. Dalam pembicaran di telepon, Roni mengajak Tama menginvestigasi kasus pajak. “Tama mengundang Roni supaya bertemu langsung di ICW tapi ditolak,” kata Haris. Roni yang belakangan diketahui bukan dari Kompas malah terus menanyakan ke mana Tama akan pergi.

Pada 5 Juli, Haris melanjutkan, seorang teman kuliah Tama di Universitas Jayabaya bernama Hendra menelepon Tama, memintanya bertemu Ajun Komisaris Besar Suparmono. Dari Hendra, Tama mengetahui bahwa Suparmono anggota polisi dari Polda Metro Jaya.

Sekitar pukul 11.00 pada hari yang sama, Roni kembali menelepon Tama, mengatakan tengah berada di sekitar kantor ICW. Tama mengundang Roni masuk kantor, tapi lagi-lagi ditolak Roni.

Merasa janggal dengan telepon Roni, kata Haris, Tama meminta rekannya di ICW, Donal Fariz, untuk memantau keberadaan Roni di depan kantor ICW. Tapi Donal tak menemukan siapa pun di sana, hanya melihat ada sebuah Kijang Innova hitam bernomor B 1979 PFR terparkir tak jauh dari kantor ICW. “Saat Donal mendekat, dia melihat ada empat laki-laki berada di dalam mobil,” kata Haris. “Semuanya laki-laki berpakaian rapi.”

Menjelang magrib di hari yang sama, lanjut Haris, tampak dua motor tak dikenal, Suzuki Satria dan Suzuki Thunder, terpakir di dekat warung di dekat kantor ICW. Tama yang saat itu hendak ke Bogor, keluar berbarengan dari kantor ICW bersama Donal, dan Ade, juga rekannya di ICW. Saat Ade berhenti di pusat perbelanjaan Kalibata, dia melihat motor Satria dan Thunder tadi membuntuti Tama. Saat melintas di depan Ade, penunggang motor yang berboncengan itu sempat berseru dan menunjuk Tama,” Itu dia yang pakai baju hitam.”

ANTON SEPTIAN