Remisi Polycarpus Tidak Patut

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemberian remisi 7 bulan dalam rangka HUT kemerdekaan RI ke 65 terhadap terpidana pembunuhan aktivis Munir, Polycarpus, adalah sesuatu yang tidak patut. Pasalnya hal tersebut dilakukan ditengah-tengah kebuntuan pemecahan kasusnya.

Menurut Mantan Kordinator Kontras, Usman Hamid, pada setiap perayaan hari kemerdekaan republik Indonesia, memang normal Kemenhukam (Kementrian hukum dan HAM) memeberikan remisi. Namun hal tersebut harus dilihat dari prilaku terpidana dan efek rasa keadilan publik.

"Menurut saya kedua-duanya gagal, terpidana, apa Policarpus berubah dengan menceritakan aktor pembunuhan munir, efek remisi ini malah menimbulkan rasa ketidak adilan terhadap masyarakat," ujar Usman Hamid, di kantor Kontras, Jl. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/08/2010).

Menurutnya, jika setiap tanggal 17 Agustus Polycarpus dapat remisi 7 bulan, dan setiap hari raya mendapatkan 3-5 bulan, berarti dalam setahun ia bisa mendapatkan remisi satu tahun.

"Bayangkan jika hal tersebut berulang lima tahun berturut-turut, berarti dia tidak menjalani 20 tahun penjara, berarti dia tidak kapok, dan dia tidak akan mau membuka aktor siapa pelaku pembunuhan Munir," ujar Usman.

Menurutnya, remisi ini bisa saja semata-mata karena kecerobohan. Menurut Usman, ia akan terus meminta konfirmasi dari Patrialis Akbar sebagai Mentri Hukum dan HAM. Apakah remisi tersebut diberikan dengan sepengetahuan menteri.

"Jika tanpa sepengetahuan mentri, maka kepala Lapas (lembaga pemasyarakatan) harus di copot," pungkasnya.