Kapolri Jenderal Bambang HD Harus Turun

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kemunculan kembali Kapolri Bambang Hendarso Danuri pagi ini, tidak serta merta membuat permasalahan menghilangnya Kapolri sejak Jumat (13/08/2010) lalu.

Pasalnya, walaupun cuma beberapa hari, tapi menghilangnya Kapolri telah menimbulan kesan yang buruk bagi citra Kepolisian dan kepemimpinan SBY.

Menurut mantan kordinator Kontras, Usman Hamid, Kapolri menghilang setelah melakukan mutasi terhadap 500 perwira, yang dinilai kontroversial. Karena sebagian diantaranya masih terlibat kasus hukum. Menurutnya, wajar saja kehilangan tersebut dicurigai.

"Ada kekuatan besar yang mempengaruhi keputusannya (sebagai kapolri)," tutur Usman pada konfrensi Persnya di kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/08/2010).

Menurut kordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adi Masardi, harus diketahui apa yang terjadi, dan siapa yang mengancam kapolri hingga tidak berani keluar. Menurut mantan juru bicara Gus Dur itu, hanya kita yang bisa membantu kapolri.

Ia juga menduga bahwa kapolri mungkin saja tengah mengidap stres, maupun tersandera oleh sesuatu. Pasalnya, menghilangnya BHD berbarengan dengan menghilangnya Jaksa Agung Hendarman Supandji. Yang sama-sama makin susah ditemui setelah kasus rekaman Ari Muladi dan Ade Rahardja.

Menurut Kordinator Kontras, Hari Azhar, ada dua hal yang masih harus dijawab, yaitu apa betul kapolri sakit, serta kapan kapolri waktu itu, ada dimana dan sama siapa.

"Presiden tidak harus menunggu Kapolri turun, tetapi bisa langsung memberhentikan secara tidak hormat, agar ada efek jera," tambah kordinator Lingkar Madani, Ray Rangkuti.

Menurutnya, dua kali BHD melakukan kebohongan publik, melakukan keteledoran, melakukan tindak indisipliner dan BHD dianggap tidak pro terhadap pemberantasan mafia hukum.