Kewenangan Penindakan Jadi Masalah Utama UU Intelijen

TEMPO Interaktif, Jakarta – Kewenangan bagi badan intelijen untuk bisa melakukan penindakan dirasakan menjadi masalah utama Rancangan Undang-undang Intelijen yang kini sedang digodok di DPR. Pengamat Militer, Salim Said bahkan berpendapat tidak ada intelijen di dunia ini yang memiliki fungsi penangkapan.

“Intelijen tidak memiliki fungsi seperti itu, dan asaya tidak dengar ada intelijen negara yang memiliki fungsi itu,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat soal RUU Intelijen, gedung DPR, di Jakarta, Senin (6/9).

Intelijen, kata Salim bertugas sesuai dengan tugas dan fungsinya yaitu sebagai pengumpul data yang akurat guna penerapan strategi pertahanan negara. “Akurasi data intelijen menjadi sangat penting,” ujarnya.

Hal yang sama diungkapkan aktivis mahasiswa Malari, Hariman Siregar. Menurut dia, fungsi Intelijen itu adalah penasihat rahasia presiden yang intinya adalah pengolahan data yang akurat. “Penangkapan itu justru membuat peran meraka menjadi kacau,” ujarnya.

Fungsi penangkapan, kata Salim, sudah membuat citra intelijen jauh lebih menyeramkan dari sebelumnya. Dan itu, kata dia, tidak boleh ada dalam RUU Intelijen yang akan dibuat DPR ini. “Jangan sampai RUU Intelijen dianggap sebagai ancaman bagi penegakan hak asasi manusia dan hukum,” ujarnya.

Menambahkan masukan kepada DPR, Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menyatakan perlu adanya semacam mekanisme koreksi bagi aparat intelijen yang nantinya terbukti melanggar aturan hukum. Hal ini perlu diperhatikan agar intelijen tak menjadi lembaga super alias tetap diawasi. “Transparansi dan akuntabilitasnya terjaga,’ ujarnya.

SANDY INDRA PRATAMA