Peraturan Bersama Menteri Tentang Tempat Ibadah Harus Dicabut

Jakarta, Cybernews. Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 Tahun 2006 yang terkait dengan prosedur pendirian tempat ibadah harus segera dicabut. Langkah tersebut harus dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena peraturan tersebut sangat diskriminatif dan bertentangan dengan kenyataan bangsa Indonesia yang majemuk.

"Kami mendesak Presiden SBY untuk memerintahkan Menag dan Mendagri mencabut peraturan bersama tersebut, karena sangat diskriminatif. Sangat bertentangan dengan kemajemukan bangsa Indonesia dan merugikan kelompok minoritas di negeri ini," kata Sere Tambunan dari Forum Solidaritas Kebebasan Beragama dalam jumpa pers bersama LSM-LSM pegiat HAM di Sekretariat Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/9).

Dalam kesempatan yang sama Politisi PDI-P Maruarar Sirait meminta pemerintah jeli melihat situasi dan jangan ragu merevisi peraturan yang dikeluarkannya, bila ternyata peraturan itu tidak membawa kemaslahatan bagi rakyat banyak. Selain itu dia meminta Polri serius mengusut kasus penganiayaan HKBP dengan memperlakukan para korban sebagai Warga Negara yang berhak dihormati HAM-nya. Bukan sebagai minoritas, karena negara Indonesia bukan tundak pada selera mayoritas atau minoritas.

Berdasarkan Peraturan Bersama dua Menteri tersebut, diatur dalam Pasal 13 yang menyebutkan bahwa pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk di wilayah Kelurahan/Desa. Dijelaskan pula pada Pasal 14 bahwa pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus yang meliputi daftar nama dan KTP pengguna tempat ibadah paling sedikit 90 orang dan disahkan pejabat setempat setingkat Lurah atau Kades.

Selain itu juga harus mendapatkan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan Lurah atau Kades. Juga ada rekomendasi tertulis Kepala Kandepag Kabupaten/Kota setempat dan rekomendasi Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten/Kota setempat. Persyaratan ini dinilai merugikan kaum minoritas.

( Hartono Harimurti /CN14 )