Bagaimana Kalau Jaksa Agung Berasal dari Luar Jaksa??

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pihak Kejaksaan Agung masih belum setuju jika Jaksa Agung yang baru nanti berasal dari orang diluar Jaksa. Pasalnya, orang itu nanti harus belajar lagi tentang ilmu dan sistem internal kejaksaan.

Pasalnya, jika jaksa agung terpilih nantinya berasal dari kalangan luar jaksa, maka kejaksaan agung harus repot-repot mengajarkannya ilmu dan sistem internal di korps Adhyaksa.

"Kalau dari luar (jaksa), dia belum mengerti sistem yang ada di sini. Dia juga tidak mengerti specialisasi kejaksaan baik itu masalah pidana umum (Pidum), pidana khusus (Pidsus), pidana tata usaha negara (Datun) dan intelijen. Jadi harus belajar dulu," tutur Kapuspenkum Kejaksaan agung, Babul Khoir di kejaksaan agung, Jakarta, Selasa (14/9/2010).

Pernyataan Babul yang mewakili kejaksaan agung itu sekaligus menepis usulan Kontras dan beberapa pihak lain yang mengharapkan Presiden memilih jaksa agung pengganti Hendarman dari luar jaksa karir.

"Kalau kita jaksa itu kan, harus jadi pegawai dulu dua tahun, lalu ada pendidikan jaksa, setelah itu harus disumpah, kita mengucapkan sumpah.
Dan baru kita harus dilantik oleh Jaksa Agung dan kemudian ditempatkan di daerah-daerah," tambah Babul.

"Setelah ditempatkan di daerah, lalu ada kita harus menjalani pendidikan khusus, spesialisasi Datun, pidsus, pidum, atau intelijen. Juga ada pendidikan kepemimpinan. Kita juga karena sudah lama berada di internal (kejaksaan), mengikuti sistem internal, kita jadi tahu, mengerti sistem internal. Jadi kita itu semua profesional," jelasnya, mengenai tahapan-tahapan seorang jaksa dapat diajukan menjadi impinan atau petinggi kejaksaan.

Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, dilanjutkan Babul, maka akan lebih baik jika calon pengganti Hendarman nantinya, dipilih Presiden SBY dari kalangan jaksa karir.

"Tidak perlu belajar. Satu lagi, karena sekrang kita sedang galakkan reformasi birokrasi, maka kalau dari internal tinggal menindaklanjuti (jalannya reformasi birokrasi) itu saja," tuturnya.

Meski berharap, Babul tidak menampik, jika berdasarkan UU nomor 16
tahun 2004 tentang kejaksaan, Presiden SBY yang memiliki hak preogeratif memilih jaksa agung, dapat memilih orang-perorangan dari luar jaksa karir, seperti dari Lembaga swadaya masyarakat dan dari kalangan luar birokrasi untuk menjadi jaksa agung.

Namun, kembali, Babul berharap hal itu tidak terjadi. Berarti kalau bisa jangan orang-orang seperti Todung Mulya Lubis atau Bambang Widjoyanto?

"Kalau itu masih rumor, ya anggap saja rumor. Tapi pak Presiden kan tahu, harus pilih siapa. Pasti pilih yang dipercaya, yang terbaik," ungkapnya.