Nanan Sukarna Dapat Sinyal DPR

JAKARTA-Pengangkatan Kapolri yang baru, sebagai pengganti Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, diusulkan model paket. Maksudnya, pengangkatan kapolri sekaligus bersamaan dengan pengangkatan wakil kapolri. Ide ini mengemuka dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (18/9).

Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy mengatakan, dua kandidat yang sekarang ini muncul, yakni Komjen Nanan Sukarna dan Irjen Imam Sudjarwo, dinilai sama-sama punya catatan track record yang baik. Karenanya dia mengusulkan, jika salah satu diangkat menjadi kapolri, maka yang satunya sebaiknya menjadi wakapolri. Dia yakin, dua nama itu akan mampu membawa kinerja kepolisian ke arah yang lebih baik.

“Jika yang satu kapolri, kalau bisa yang satu jadi wakapolri. Menurut hemat saya, itu lebih baik,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy. Politisi dari PAN ini menilai, keduanya punya catatan yang baik, minimal tidak tersangkut rekening gendut.

Bahkan, Tjatur menilai, Nanan juga pernah membuat terobosan saat menjadi Kapolda Kalbar. Saat itu, di era awal semangat memberantas korupsi, Nanan memerintahkan seluruh anak buahnya di Kalbar untuk mengenakan PIN ‘anti korupsi’ yang disematkan di bajunya. Tjatur menilai, kebijakan Nanan yang kini Irwasum Polri itu merupakan langkah fenomenal. Mantan Kapolda Sumut itu dinilai punya komitmen memerangi korupsi.

“Satu dari dua ini, saya berpretensi akan diterima. Tapi dengan banyak catatan, dengan pakta integritas dan target-target yang diberikan oleh Komisi III,” kata Tjatur.

Sementara, pembicara lain, aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, mengatakan, model paket bukan sesuatu yang baru. Dia mengatakan, saat Kapolri Hoegeng Imam Santoso diangkat sebagai Kapolri, secara bersamaan diangkat Abdul Azis sebagai wakapolri.
Di tempat yang sama, Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Irjen Pol (Purn) Farouk Muhammad, mengatakan, masyarakat jangan terlalu banyak berharap kepada siapa pun nanti yang akan diangkat menjadi Kapolri yang baru.

Farouk mengatakan, seperti dalam setiap pergantian Kapolri, masyarakat senantiasa menaruh harapan yang tinggi. Hanya saja, lanjutnya, harapan itu tak pernah terpenuhi. Dia mengatakan, biasanya Kapolri yang baru hanya serius pada 100 hari pertama saja. “Pada 100 hari pertama, dia sret, sret, bagus. Setelah lewat tiga bulan, enam bulan, kembali lagi,” ujar Farouk.

Karenanya, kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, yang dibutuhkan adalah seorang Kapolri yang betul-betul mampu menjaga komitmen kerjanya. Yang terpenting lagi, calon Kapolri harus yang punya komitmen tinggi melayani masyarakat. Kapolri yang baru, lanjut pria asal NTB itu, nantinya harus menunjuk Kapolda yang takut kepada masyarakat. Selanjutnya, Kapolda juga menunjuk Kapolres yang punya komitmen yang sama. “Cari yang tidak takut pada atasannya, tapi takut kepada masyarakatnya,” ujarnya.

Dia menyarankan agar Kapolri yang baru diangkat dari jenderal yang sudah senior. Hal ini penting, katanya, selain sudah pasti kenyang pengalaman, juga akan lebih mudah mengkoordinasikan seluruh jajaran bawahannya. (sam)