Tolak Calon Jaksa Agung dari Luar, Perilaku PJI Mirip Partai Politik

Jakarta (SIB)
Ribuan anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menolak jaksa agung dari luar dan lebih memilih calon dari internal. Sikap para jaksa tersebut dinilai mirip seperti partai politik.
“Itu bukan jaksa, itu perilaku partai. Masa iya jaksa harus seperti itu,” kata pengamat hukum tata negara, Saldi Isra kepada detikcom, Jumat (18/9) malam. Saldi mengatakan, sikap para jaksa itu dianggap mendikte seorang presiden. Padahal sebagai abdi negara, jaksa tidak bisa mencampuri kewenangan presiden. “Mereka seolah digerakkan. Ada upaya tertentu yang resisten terhadap calon dari luar,” analisa Saldi. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas ini mengatakan, sikap itu menunjukkan bahwa institusi kejaksaan sudah darurat perubahan. Muncul dugaan kalau kondisi di kejaksaan saat ini banyak yang memanfaatkan.
“Kita baca sebagai indikasi ketakutan kelompok tertentu yang ingin mempertahankan status quo. Presiden tidak boleh takut dan ragu, jangan ragu untuk memilih calon dari luar jika semakin ada perlawanan SBY harus membuktikan kalau dia tidak terganggu dengan itu,” tandasnya.
Dalam jumpa pers di Kejagung, Kamis (16/9), PJI menolak Jaksa Agung dari kalangan luar. Mereka meminta presiden memilih calon dari kalangan internal, Korps Adhyaksa. Sementara, publik sedang berwacana Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanjo untuk menjadi pimpinan KPK dan Jaksa Agung. Presiden SBY pun menyatakan, Jaksa Agung pengganti Hendarman Supandji tidak harus dari Kejaksaan.Namun akhirnya, PJI menyangkalnya. Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap menegaskan, 8 ribu jaksa hanya berharap Jaksa Agung dari internal. “Bukan menolak, tetapi memohon dari dalam, itu yang dari PJI,” kata Babul saat dihubungi detikcom.
Pengacara Inginkan Jaksa Agung dari Internal
Para pengacara dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menginginkan Jaksa Agung pengganti Hendarman Supandji berasal dari kalangan internal kejaksaan. Alasannya, orang luar juga tidak menjamin membawa perubahan bagi Korps Adhyaksa tersebut.
“Apa jaminannya dari luar bagus. Andi Ghalib dari luar, toh juga bermasalah,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Peradi, Otto Hasibuan, dalam diskusi di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (18/9).
Menurut Otto, jaksa karier justru memiliki kemampuan teknis yang lebih, ketimbang orang luar. Ia bahkan berpendapat, pihak-pihak yang mendorong orang luar menjadi Jaksa Agung sama dengan menganggap jaksa yang ada tidak bisa dipercaya.
“Sama juga membiarkan ribuan jaksa tidak boleh berkarya lagi. Buat apa jaksa bekerja puluhan tahun kalau tidak bisa jadi Jaksa Agung,” kata Otto.Sementara itu aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, justru mendorong Jaksa Agung mendatang dari luar. Alasannya, diperlukan Jaksa Agung yang independen untuk membenahi internal Kejaksaan yang sedang carut marut.”Kalau disebut tidak aja jaminan dari non-karier, siapa dulu orangnya. Marzuki Darusman dari politisi, juga punya pencapaian yang jelas,” kata Usman.
Sikap 8 Ribu Jaksa Tolak Jaksa Agung dari Luar Diduga By Design
Muncul dugaan gerakan 8 ribu jaksa yang menolak calon jaksa agung dari luar karena ada yang menggerakan. Siapa itu? Tentunya pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan di internal kejaksaan.
“Saya tidak percaya itu gerakan dari jaksa. Ini jelas membenturkan presiden.
Mestinya jaksa tidak boleh berlaku seperti itu,” kata pengamat anti korupsi, Saldi Isra saat dihubungi detikcom, Jumat (17/9).
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang ini, perilaku jaksa yang menyatakan sikap seperti itu mengindikasikan ada pihak yang menggerakkan. Ia khawatir ada kelompok tertentu yang takut terhadap kehadiran calon jaksa agung dari luar.
“Apa seh di belakang itu semua. Mereka (jaksa) menunjukkan resistensi. Ada kekhawatiran orang luar masuk,” analisa Saldi.
Saldi mengatakan, sikap para jaksa dinilai tidak profesional. Ketakutan pihak tertentu sangat jelas terbaca dalam pernyataan sikap mereka.
“Itu adalah by design yang ingin mempertahankan status quo. Yang tidak ingin ada perubahan internal di kejaksaan,” tuding Saldi.
Dalam jumpa pers di Kejagung, Kamis (16/9), Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menolak Jaksa Agung dari kalangan luar. Mereka meminta presiden memilih calon dari kalangan internal, Korps Adhyaksa. Sementara, publik sedang berwacana Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanjo untuk menjadi pimpinan KPK dan Jaksa Agung. Presiden SBY pun menyatakan, Jaksa Agung pengganti Hendarman Supandji tidak harus dari Kejaksaan. Namun akhirnya, PJI menyangkalnya. Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap menegaskan, 8 ribu jaksa hanya berharap Jaksa Agung dari internal. “Bukan menolak, tetapi memohon dari dalam, itu yang dari PJI,” kata Babul saat dihubungi detikcom.(detikcom/g)