Korban HAM Kecewa pada Kejaksaan Agung

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang masuk ke Kejaksaan Agung justru mandek begitu saja. Alasannya, banyak kasus tersebut yang masih kekurangan data administrasi. Hal ini disampaikan perwakilan KontraS, Haris Azhar, saat berkunjung ke Kejaksaan Agung untuk menuntut pengusutan kasus-kasus HAM masa lalu.

"Kami kemari diterima Dirut HAM Jampidsus. Kami mengusulkan agar kasus-kasus HAM yang lama kembali diusut, jangan hilang begitu saja," ujarnya, Senin (27/9/2010) di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta.

Ia mengaku kecewa akan jawaban yang diberikan kejaksaan karena sangat bersifat normatif. "Jawaban mereka sangat normatif, menerima masukan dan usulan dan akan kembali mengungkapkan. Ia minta Komnas HAM sebagai solusi dari kelengkapan berkas-berkas yang ada," ujarnya kepada pewarta.

Sikap kejaksaan ini juga membuat perwakilan KontraS lainnya, Yati, kecewa. "Pernyataan itu tidak konsisten. Kalaupun ada berkas yang tidak lengkap, seharusnya pihak Kejagung sebagai penyidik untuk melengkapi," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, KontraS juga meminta agar jaksa agung memiliki integritas, berani, cerdas, dan tidak anti-HAM. "Pilihannya kalau sudah begini dan lihat kondisi sekarang, harusnya orang luar," ujar Haris.

Adapun kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah sampai Kejaksaan Agung dan mandek di tingkat ini adalah peristiwa Trisakti (1998), Semanggi I (1998), Semanggi II (1999), kasus penghilangan orang secara paksa (1997), kasus Talang Sari-Lampung (1989), dan kasus Wasior-Wamena (2001).