Gerakan sejuta massa

Politik kian keruh, SBY diguncang

JAKARTA – Kebosanan dan kejenuhan politik melanda kaum muda dan mahasiswa karena kehilangan harapan dan kepercayaan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono.

Aksi demo menjadi satu-satunya pilihan ketika harapan dan kepercayaan itu hilang. Mengapa? Ada berbagai kegagalan besar yang terjadi dalam pemerintahan SBY-Boediono. Kegagalan itu harus dievaluasi dan diperbaiki jika SBY-Boediono memang berkomitmen mengangkat harkat dan martabat bangsa ini.

Aksi massa di depan Istana Merdeka Jakarta juga untuk membawa pesan atas adanya kegagalan itu dan juga bentuk keprihatinan masyarakat. Setidaknya para pakar dan analis menyampaikan, ada lima kegagalan pemerintahan SBY-Boediono yang sangat dirasakan masyarakat.

Pertama, kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi kekayaan alam dari eksploitasi dan penguasaan asing.

Kedua, pemerintah dinilai gagal melindungi industri kecil dan menengah dengan memberlakukan perjanjian perdagangan bebas atau Asean-China Free Trade Agreement.

Ketiga, pemerintah juga dinilai gagal menegakkan negara hukum yang ditandai dengan kemerosotan wibawa aparatur penegak hukum serta skandal korupsi politik diduga melibatkan unsur-unsur yang terkait dengan pemerintah.

Keempat, pemerintah juga dinilai gagal menyejahterakan dan melindungi petani, buruh, nelayan, kaum miskin, dan buruh migran.

Kelima, pemerintahan SBY-Boediono gagal mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyehatkan bangsa.

Indonesia terus dikuasai kekuatan asing. Kapitalisme ganas kian menjerumuskan rakyat ke dalam kemiskinan dan pengangguran.

Sementara itu, di sisi legislatif, fungsi legislasi dan pengawasan yang dilakukan DPR sangat lemah. DPR hanya copy paste 70-an UU produk asing yang merugikan kepentingan nasional. "Itu kolonialisme baru dari kekuatan asing untuk menjajah dan menghisap ekonomi Indonesia," kata Prof Sri Edi Swasono di Jakarta, kemarin.

Karena itu, hari-hari ini, pemerintahan SBY bakal menghadapi gerakan masyarakat sipil yang mencabut mandat dan mendesaknya mundur. Namun SBY-Boediono masih terus berkuasa meski mandat rakyat sudah dicabut dari mereka.

"Inilah pemerintahan yang sah secara legal-formal, namun terancam ambruk akibat kurangnya legitimasi sosial dan kultural," kata pengamat politik Univeritas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Airlangga Pribadi.

Pekan ini, sekitar 64 organisasi massa, mahasiswa, lintas agama, dan golongan menyatakan mau berdemonstrasi untuk menurunkan SBY-Boediono, termasuk PBNU, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Angkatan 66, Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Kontras, Aku Indonesia, BEM UMJ, UNAS, HMI, PMII, IMM, GMNI,PII dan Gempur.

Para aktivis sudah mulai gerah untuk turun gelanggang dan berdemonstrasi di jalanan atau gedung parlemen. Mereka tidak puas lantaran kinerja pemerintahan SBY melempem. Rakyat tidak juga merasakan kesejahteraan.

Para aktivis tengah menggalang kekuatan untuk menggelar Gerakan 10/10, yakni demonstrasi mengerahkan massa mulai 10 Oktober mendatang dan berpuncak pada peringatan satu tahun dilantiknya Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono. SBY-Boediono dinilai gagal karena kehidupan ekonomi rakyat terpuruk makin dalam.

"Jika SBY tidak jatuh, jelas situasi politik mulai keruh, imbasnya sektor ekonomi bisa menjadi lusuh," kata Airlangga Pribadi.