Petambak Plasma Minta Polisi Hentikan Penculikan Aktivis

TEMPO Interaktif, Bandar Lampung – Ribuan petambak plasma yang tergabung dalam Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena Lampung menuntut polisi menghentikan penculikan dan penahanan terhadap rekan mereka.

Petambak menilai penahanan dan penangkapan yang dilakukan Kepolisian Daerah Lampung mirip penculikan karena tanpa ada surat perintah penahanan dan penangkapan. “Rekan kami dicokok secara kasar dan tanpa prosedur oleh polisi. Padahal mereka sangat kooperatif,” kata Syukri, Sekretaris Perhimpunan Petambak Udang Windu (P3UW) Dipasena Lampung, Rabu (29/09)

Menurut data P3UW, sebanyak tujuh aktivis petambak saat ini ditangkap Polda Lampung. Tiga di antaranya, Anul Mukhlis, Agus Winardi, dan Fathurrahman ditangkap di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung. “Mereka padahal mau datang memenuhi panggilan polisi untuk pemeriksaan. Tiba-tiba polisi mendobrak pintu kantor Walhi dan menyeret tiga orang itu,” kata Mukri, aktivis Walhi Nasional.

Saat penangkapan sejumlah aktivis Walhi dan keluarga meminta polisi menunjukkan surat perintah penangkapan atau penahanan. Tapi, tiga orang petugas itu malah marah dan mendobrak pintu kamar tempat tiga petambak sedang istirahat. “Itu pelecehan bagi Walhi. Mereka datang seenaknya tanpa prosedur tetap kepolisian. Kami akan lapor ke atasan mereka,” ujarnya.

Selain melakukan penangkapan di kantor Walhi, polisi juga melakukan sweeping di atas kapal penyeberangan Bakauheni-Merak Banten. Mereka menanyai aktivis petambak yang meminta perlindungan ke Komite Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). “Polisi menanyai penumpang yang dicurigai sebagai petambak termasuk kami,” kata Oslan Purba, Sekretaris Jenderal Kontras.

Oslan meminta polisi bersikap profesional dan tidak seperti mengerjar target pesanan dari pihak tertentu. Mereka dinilai represif dan tidak mengindahkan Hak Asasi Manusia serta hukum. “Seharusnya cara-cara arogan seperti sudah lenyap dari tubuh Polri,” ujarnya.

Sementara itu seitar 2 ribu petambak saat ini masih terus bertahan di Lapangan Korpri di Depan Gedung DPRD Lampung. Mereka bertekad akan terus bertahan hingga tujuh rekan mereka dibebaskan karena polisi tidak punya alasan kuat menjadikan sebagai tersangka. “Kami mendesak polisi melepaskan segera rekan kami. Kami siap menjadi penjamin mereka,” ujar Sukri.

Dia menegaskan persoalan yang saat ini muncul di Dipasena karena proses revitalisasi tidak berjalan. Petambak tidak yakin perusahaan inti, CP Prima sanggup menyelesaikan reviitalisasi. “Mereka besar nafsu tapi tenaga kurang. Mereka bohongi pemerintah dengan rekening penampungan (escrow ecaont) yang diduga bodong,” kata Thowilun, salah seorang petambak lainnya.

Nurochman Arrazie