Kasus Trisakti Tidak Fair Dibebankan ke Timur

Metrotvnews.com, Jakarta: Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid mengatakan, kasus Trisakti yang terjadi pada 1998 tidak fair bila dibebankan tanggung jawabnya kepada Komisaris Jenderal Polisi Timur Pradopo.

"Saya rasa tidak fair kalau masalah yang sebesar itu dibebankan tanggung jawabnya kepada Timur yang saat itu menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat," katanya di Jakarta, Senin (4/10).

Menurut Usman, saat kerusuhan itu terjadi komando keamanan ada di tangan militer dan kebijakan untuk melarang mahasiswa ke luar kampus ada di pucuk pimpinan ABRI, yaitu panglima.

"Sebagai aktivis mahasiswa di saat itu saya dan beberapa kawan berkomunikasi dengan Timur Pradopo, termasuk saat pecah kasus Semanggi dan ia membantu kami menembus barikade aparat militer dan polisi saat itu masih ABRI, dengan mobil hartopnya," katanya.

Usman menilai, secara personal figur Timur ada keberpihakan moral atau tepatnya simpati pada gerakan mahasiswa saat itu.

Terkait kasus Trisakti atau penembakan mahasiswa tahun 1998 di sekitar Jakarta telah ada laporan Komnas HAM, di situ jelas bagaimana duduk perkara dan siapa yang bertanggung jawab di tingkat mana.

"Saya pikir saat disodorkan nama-nama calon Kapolri, Komnas HAM sudah memberi rekomendasi kepada Kompolnas berdasarkan laporan tersebut," katanya.

Saat ini, Timur yang menjabat sebagai Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) namanya ramai diperbincangkan karena diprediksi akan menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mengantikan posisi Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang akan memasuki masa pensiun pada 10 Oktober 2010.

"Prinsipnya, saya menghormati prerogatif Presiden, di mana nama Timur ada dalam daftar delapan nama calon rekomendasi Kapolri kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), tapi saat Kompolnas usulkan ke Presiden, nama Timur tidak ada," kata Usman.

Hak prerogatif Presiden harus dihormati dan berharap, Kapolri baru menuntaskan beberapa pekerjaan rumah besar Polri, agar hukum kembali memiliki kewibawaan, agar polisi betul-betul bisa menjadi pelindung masyarakat, katanya.

Koordinator Kontras mengharapkan Kapolri baru harus harus mau dikontrol oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Kapolri baru harus berani menghukum anggota yang tersangkut perkara hukum dan berkomitmen penuh menghormati HAM dan melindungi kelompok minoritas yang diperlakukan sewenang-wenang," kata Usman.(Ant/BEY)