Koalisi Sipil Tunggu Gebrakan Panglima TNI

Jakarta – Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Pertahanan meminta Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono melakukan gebrakan dalam melaksanakan reformasi di tubuh TNI. Mereka, antara lain, meminta Agus memprioritaskan reformasi sistem peradilan dan pengambilalihan bisnis militer.

Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, Agus pernah membahas kedua agenda reformasi TNI itu saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat. “Kami meminta kedua agenda tersebut dituntaskan,” kata Haris dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.

Poengky Indarti, Direktur Eksekutif Imparsial, mengatakan Panglima TNI yang baru harus berani mendesak agar Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer segera dibahas. "Undang-undang ini lebih penting dari Undang-Undang Cadangan Militer dan Undang-Undang Kerahasiaan Negara," kata Poengky.

Menurut Poengky, selama ini peradilan militer sering menjadi pemberi impunitas (kekebalan hukum) bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum atau pelanggaran hak asasi manusia. "Seharusnya kasus seperti itu diadili di pengadilan sipil," ujar Poengky.

Koalisi juga menilai pengambilalihan bisnis militer belum tuntas. Menurut koalisi, masih banyak bisnis anggota TNI yang harus ditertibkan. "Terutama yang bersifat ilegal, seperti bisnis pengamanan atau membekingi kasus illegal logging," ujar Monika Tanuhandaru, aktivis koalisi lainnya.

Secara terpisah, Panglima Agus Suhartono mengatakan, reformasi di tubuh TNI akan tetap berlangsung. Hal itu merupakan komitmen TNI untuk memposisikan diri secara tepat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

TNI juga akan terus membangun kekuatan militer hingga mencapai puncaknya pada 2024. “Agar TNI bisa mengemban tugas menjaga pertahanan dan kedaulatan negara,” kata Agus di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma kemarin. Febriyan | MAHARDIKA SATRIA HADI