Pekerjaan Rumah Kapolri Baru

Kabar yang tak kunjung datang dari Istana tidak membuat publik berhenti menduga-duga siapa gerangan yang akan duduk memimpin Trunojoyo 1.

Berdasarkan riwayat karier, kita bisa mengukur kredibilitas, rekam jejak, dan kompetensi yang membedakan calon yang satu dengan lainnya. Kapolri yang terpilih harus lebih baik daripada Kapolri saat ini.

Siapa pun yang terpilih akan memikul beban: menata kembali Polri sebagai institusi tangguh, profesional, dan bisa diandalkan dalam penegakan hukum dan keamanan. Tugas ini sebenarnya tak terlalu baru, justru bagian dari warisan pekerjaan rumah Polri itu sendiri. Itulah tantangan yang makan waktu lama dan tetap terus diuji pembuktiannya.

Pola kepemimpinan ikut memengaruhi perubahan internal sebuah organisasi. Sosok Kapolri baru harus jadi representasi perubahan Polri di masa depan.

Beberapa kelompok masyarakat sipil telah membuat kriteria mutlak yang harus dipenuhi untuk mengisi jabatan karier ini. Intelektual, berdedikasi, kompeten, berpengalaman, bertanggung jawab, tepercaya, tidak terlibat perkara hukum dan HAM, tangguh memerangi korupsi, terorisme, dan kejahatan lain, serta mampu mengambil langkah progresif memaksimalkan agenda reformasi Polri. Tak mudah memang, tapi begitu idealnya.

Harapan publik

Aspek penting lain adalah sejauh mana institusi ini bisa mengubah orientasi penegakan hukum dan keamanan di Indonesia ke arah lebih baik. Ketertutupan institusi, minimnya mekanisme akuntabilitas, tingginya praktik korupsi, dugaan praktik mafia kasus, hingga tidak terjaminnya rasa aman masyarakat jadi penanda hadirnya masalah kronis di tubuh Polri. Problem ini belakangan menurunkan derajat apresiasi publik atas kinerja Polri secara signifikan.

Sengketa cicak-buaya, skandal rekening gendut, ketakmampuan aparat kepolisian menggunakan upaya preventif dan dialogis dalam kasus HKBP Bekasi, kekerasan di Buol yang melibatkan polisi setelah kematian Kasmir Timumun, aksi brutal Densus 88 dalam kasus tuduhan penyiksaan tapol RMS, dan yang baru terjadi pada pola penanganan terorisme di Medan menambah rentang deret kekecewaan publik.

Polri bukan institusi politis dan bisa dipolitisasi, juga bukan institusi antidemokrasi. Saatnya Polri membuktikan mampu menuntaskan agenda reformasi internal; mampu bekerja sama dengan institusi negara lainnya dalam ruang demokratis; mampu memenuhi harapan publik. Pembuktian ini yang akan mengukur integritas aparat Polri.

Pekerjaan rumah

Istana boleh saja mengulur waktu. DPR boleh terus mendesak Istana agar mengeluarkan nama calon. Namun, percayalah, harapan publik tak mengenal batas ruang waktu. Di titik ini, akal sehat kita tak akan memilih jalur kompromi demi mengatasi masalah. Kita harus melampaui dan mewujudkan ruang harapan untuk menjawab kekacauan situasi keamanan dan memburuknya penegakan hukum domestik.

Kepekaan akan kegentingan situasi keamanan ini harus bisa ditangkap calon Kapolri. Masalah di atas hanya dapat terjawab jika mereka berani mengayunkan langkah progresif. Pertama, melakukan reorientasi atas mekanisme akuntabilitas dan koreksi di dalam struktur internal Polri dalam kerangka pemolisian demokratis. Ini urgen dilakukan sebab masih banyak praktik penyimpangan oleh aparat kepolisian, dari terbawah hingga teratas. Kapolri baru harus mempertegas struktur Propam dan Itwasum sebagai pengawas internal independen yang langsung di bawah kewenangan Propam dan Itwasum Mabes Polri.

Kedua, meningkatkan kualitas kepatuhan anggota Polri pada supremasi hukum, sebagaimana yang telah dielaborasi dalam berbagai instrumen yang diadopsi Resolusi Majelis Umum PBB pada 1979 (34/169) yang mengatur kewajiban dan tugas anggota kepolisian. Kapolri baru dituntut menyediakan ruang evaluasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan mekanisme akuntabilitas internal secara berkala.

Ketiga, adanya jaminan akuntabilitas berperspektif HAM jika terdapat pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian. Jaminan ini sesuai dengan semangat Perkap HAM No 8/2009. Jaminan ini harus diterapkan secara merata tanpa politik diskriminasi, khususnya pada minoritas. Keempat, Kapolri baru harus bisa membangun ruang kerja sama dengan institusi sipil demokratik, seperti KPK, Komnas HAM, PPATK, BPK, dan Satgas Antimafia, untuk merealisasikan dan memaksimalkan agenda akuntabilitas dan reformasi Polri. Semoga Kapolri baru bisa menuntaskan PR ini.

Puri Kencana Putri Badan Pekerja Kontras