Pencalonan Kapolri Seharusnya Transparan

JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri meminta agar ke depannya dibentuk tata cara atau aturan pencalonan Kepala Polri yang transparan. Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang tergabung dalam koalisi tersebut mengatakan, pemilihan Kapolri saat ini belum transparan dan hanya menyesuaikan insting politik.

"Ke depan perlu dibuat aturan tata cara pencalonan Kapolri yang masih enggak jelas, tiap proses berpindah-pindah, tiap mau ada Kapolri baru, caranya berbeda sesuai insting politik," ujarnya dalam jumpa pers "Mencari Sosok Kapolri yang Bersih dan Bervisi" di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (5/10/2010).

Dikatakan Haris, tata cara pencalonan Kapolri ke depan sebaiknya dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Salah satu isinya, kata Haris, harus mendorong peran Kompolnas dalam mencari calon Kapolri yang bersih. Ketika ditanya perlu atau tidaknya dibentuk tim independen dalam pemilihan Kapolri seperti halnya pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Haris menyampaikan bahwa hal tersebut mungkin belum diperlukan mengingat institusi Polri bukanlah institusi independen seperti KPK.

"Mungkin belum ada keberanian Presiden memilih calon ini lebih independen seperti KPK. Jadi, sekarang perlu adanya aturan bagaimana pencalonan Kapolri ke depan," katanya.

Pemilihan Komjen Timur Pradopo sebagai calon Kapolri dinilai tidak rasional dan tidak obyektif oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri. Perwakilan Kontras, Oslan Purba, menilai, tindakan Presiden memilih Timur sebagai tindakan arogan dan otoriter, tanpa mempertimbangkan mekanisme di kepolisian mengingat waktu kenaikan jabatan Timur dan pemilihannya kelewat cepat.

"Presiden dengan prerogatifnya itu seperti tidak ingin ditentang kelompok mana pun. Indikasinya ada kepentingan Cikeas akan didukung Polri," ujarnya dalam kesempatan yang sama. Untuk itu, Presiden juga diminta mempertimbangkan kepentingan masyarakat dalam memilih calon Kapolri meskipun itu hak prerogatifnya.

Pencalonan Kapolri Seharusnya Transparan

JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri meminta agar ke depannya dibentuk tata cara atau aturan pencalonan Kepala Polri yang transparan. Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang tergabung dalam koalisi tersebut mengatakan, pemilihan Kapolri saat ini belum transparan dan hanya menyesuaikan insting politik.

"Ke depan perlu dibuat aturan tata cara pencalonan Kapolri yang masih enggak jelas, tiap proses berpindah-pindah, tiap mau ada Kapolri baru, caranya berbeda sesuai insting politik," ujarnya dalam jumpa pers "Mencari Sosok Kapolri yang Bersih dan Bervisi" di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (5/10/2010).

Dikatakan Haris, tata cara pencalonan Kapolri ke depan sebaiknya dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Salah satu isinya, kata Haris, harus mendorong peran Kompolnas dalam mencari calon Kapolri yang bersih. Ketika ditanya perlu atau tidaknya dibentuk tim independen dalam pemilihan Kapolri seperti halnya pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Haris menyampaikan bahwa hal tersebut mungkin belum diperlukan mengingat institusi Polri bukanlah institusi independen seperti KPK.

"Mungkin belum ada keberanian Presiden memilih calon ini lebih independen seperti KPK. Jadi, sekarang perlu adanya aturan bagaimana pencalonan Kapolri ke depan," katanya.

Pemilihan Komjen Timur Pradopo sebagai calon Kapolri dinilai tidak rasional dan tidak obyektif oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri. Perwakilan Kontras, Oslan Purba, menilai, tindakan Presiden memilih Timur sebagai tindakan arogan dan otoriter, tanpa mempertimbangkan mekanisme di kepolisian mengingat waktu kenaikan jabatan Timur dan pemilihannya kelewat cepat.

"Presiden dengan prerogatifnya itu seperti tidak ingin ditentang kelompok mana pun. Indikasinya ada kepentingan Cikeas akan didukung Polri," ujarnya dalam kesempatan yang sama. Untuk itu, Presiden juga diminta mempertimbangkan kepentingan masyarakat dalam memilih calon Kapolri meskipun itu hak prerogatifnya.