Inilah Penyebab Maraknya Bisnis Liar Militer

INILAH.COM, Jakarta – Anggaran operasional dan kesejahteran prajurit yang masih rendah dinilai menjadi pemicu masih maraknya praktik bisnis militer secara liar.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dalam sebuah diskusi Reformasi TNI di Jakarta, Rabu (6/10).

"Misalnya di wilayah yang kaya dengan komoditas pertambangan. Mereka mendapatkan jatah dari perusahaan untuk dalih pengamanan," ujar Haris.

Modus yang paling banyak, katanya, adalah keterlibatan anggota militer aktif dalam sebuah perusahaan tertentu, seperti menjadi komisaris sehingga memperoleh saham dari perusahaan.

Keterlibatan itu, menurutnya, yang menimbulkan ketimpangan pelayanan keamanan antara pengusaha dengan masyarakat sipil. Dimana pengusaha bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas mulai dari pengamanan, alat

hingga jaringan kerja.

Namun demikian, lanjutnya, praktik bisnis militer nyatanya tidak tersentuh hukum sehingga saat ini masih terus berlangsung. Karena hasil dari bisnis itu biasanya tetap didistribusikan untuk kesejahteraan

prajurit meski pejabat strategis militer tetap mendapatkan keuntungan terbesar.

Bisnis militer secara liar, sambungnya, adalah hal berbeda dengan bisnis TNI yang dialihkan secara resmi ketika dahulu masih dikelola melalui koperasi dan yayasan.

Pada 2008, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Tim Nasional Pengalihan Bisnis TNI yang diketuai Erry Riana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebelum masa reformasi, bisnis militer dilakukan oleh koperasi dan yayasan yang dimiliki oleh setiap angkatan bersenjata. Tiga rekomendasi yang disampaikan ke Presiden adalah penataan penggunaan barang

milik negara, fungsi koperasi digantikan satuan kerja dan terakhir adalah penggabungan yayasan.

Alasan untuk peningkatan kesejateraan prajurit juga diamini, anggota Tim Pakar Manajemen Pertahanan Kementrian Pertahanan Marsda TNI (Purn) Koesnadi Kardi. Dia membenarkan, bisnis militer itu sangat berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan para prajurit.

"Itu sangat berkaitan, sehingga bisnis militer dalam hal ini akan terjadi tarik-menarik. Selama kesejahteraan prajurit masih sangat rendah, maka praktik bisnis tersebut akan dilakukan. Ini adalah sesuatu

yang alamiah," ujar Koesnadi dalam kesempatan sama.

Dia memberi contoh, ketika pemberian uang operasi ketika di Aceh dahulu. Menurut Koesnadi, uang itu tidak akan digunakan sang prajurit namun diberikan kepada keluarganya. Oleh karena itu, sambungnya, bisnis militer menjadi hal yang alamiah karena untuk mempertahankan hidup. [mah]